MOMSMONEY.ID - Meta, perusahaan teknologi di balik Facebook dan Instagram, kini tengah melangkah lebih jauh dalam pengembangan kecerdasan buatan atau AI.
Langkah besar yang melibatkan pembelian dan pembangunan ekosistem AI ini disebut-sebut penuh risiko dan kurang sinergis.
"Salah satu pesaing Microsoft yaitu Mark Zuckerberg berupaya menggelontorkan dana yang besar untuk menggabungkan pusat data dan lainnya dalam mengembangkan operasi model bahasa guna memproses informasi dalam jumlah besar," kutip dari laman Reuters.
Meski menggelontorkan dana hingga ratusan triliun rupiah, arah masa depan Meta dalam dunia AI masih menuai banyak tanda tanya.
Baca Juga: Ini Pekerjaan yang Aman dari Gempuran AI di Tahun 2025 Menurut Bapak AI
Seperti apa langkahnya? Simak upaya pendiri Meta AI dalam ambisinya ke depan dikutip dari laman Reuters (16/7) berikut.
Strategi Meta dalam AI dinilai tidak memiliki sinergi yang kuat
Meta telah melakukan berbagai langkah agresif dalam dunia kecerdasan buatan. Salah satunya dengan membeli hampir separuh saham perusahaan rintisan Scale AI senilai sekitar Rp227 triliun.
Di saat bersamaan, Meta juga membangun pusat data, merekrut insinyur terbaik dari perusahaan besar seperti Apple dan Google, hingga membentuk divisi baru bernama Superintelligence Labs.
Namun, menurut pengamat industri, penggabungan antara strategi pembelian dan pembangunan ini justru terlihat tidak sinergis.
Langkah ini dianggap seperti menjahit dua pendekatan berbeda yang hasilnya belum tentu efektif. Meta terkesan sedang mengejar ketinggalan dari para pesaingnya, alih-alih memimpin tren baru di bidang AI.
Investasi besar Meta untuk AI belum menunjukkan hasil nyata
Tahun ini, belanja modal Meta diperkirakan mencapai hampir Rp1.135 triliun atau tiga kali lipat dari empat tahun lalu.
Meski memiliki cadangan kas sekitar Rp648 triliun, Meta dikabarkan tetap mempertimbangkan pinjaman hingga Rp486 triliun demi mendanai proyek-proyek AI-nya.
Sayangnya, besarnya investasi ini belum berbanding lurus dengan hasil yang terlihat. Beberapa proyek seperti Llama 4, model bahasa besar buatan Meta mendapat sambutan yang kurang menggembirakan. Bahkan ada keluhan internal dari tim AI mengenai kurangnya visi dan strategi yang jelas.
Baca Juga: Kekhawatiran Kehilangan Pekerjaan Karena AI Meningkat Tajam di Tahun 2025
Keberhasilan masa lalu tidak menjamin kesuksesan AI Meta saat ini
Mark Zuckerberg memang memiliki rekam jejak mengesankan di masa lalu, mulai dari membangun Facebook dari kamar asramanya, hingga mengakuisisi Instagram dengan hanya Rp16 triliun pada 2012.
Kini, Instagram menyumbang sekitar 36% dari total penjualan iklan Meta atau setara Rp1.053 triliun, menjadikannya aset paling berharga perusahaan.
Namun tidak semua langkah akuisisi sukses. WhatsApp, yang dibeli dengan harga fantastis Rp304 triliun lebih dari satu dekade lalu, belum memberikan hasil signifikan secara keuangan.
Sementara proyek metaverse yang memakan biaya sekitar Rp970 triliun hanya menghasilkan kerugian operasional.
Masa depan AI Meta masih dibayangi keraguan pasar
Para investor menilai bahwa masa depan Meta dalam dunia AI masih belum solid. Valuasi perusahaan saat ini mencerminkan skeptisisme pasar sekitar 80% dari nilai Meta disumbang oleh Facebook, Instagram, dan unit aplikasi lainnya.
Sisanya adalah mencakup WhatsApp, metaverse, dan AI hanya bernilai sekitar Rp4.860 triliun.
Angka ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan ekspektasi besar terhadap potensi AI global. Dibandingkan perusahaan lain seperti Tesla atau Nvidia, kepercayaan pasar terhadap AI Meta masih jauh lebih rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelian dan pembangunan AI yang dilakukan Meta belum berhasil membangun kepercayaan investor.
Baca Juga: Peran AI dalam Dunia Kreatif Digital untuk Prospek Bekerja dan Berkarya pada tahun 2025
Masa depan kecerdasan buatan Meta masih jadi pertaruhan besar
Meski langkah Meta dalam kecerdasan buatan terlihat sangat ambisius, sinergi antara strategi pembelian dan pembangunan yang mereka usung belum tampak solid.
Dengan risiko besar dan hasil yang belum jelas, banyak pihak mempertanyakan apakah investasi raksasa di dunia AI ini akan menjadi tonggak sejarah baru atau justru mimpi mahal yang sulit terwujud.
Sebagai perusahaan teknologi raksasa, Meta perlu lebih dari sekadar uang dan akuisisi untuk benar-benar memimpin dalam revolusi AI di tahun-tahun mendatang.
Selanjutnya: PTBA dan Freeport Minta Bea Keluar Dikaji Lagi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News