Santai

Cancel Culture Bisa Menganggu Mental lo, Ini Cara Mengatasinya

Cancel Culture Bisa Menganggu Mental lo, Ini Cara Mengatasinya
Reporter: Danielisa Putriadita  |  Editor: Danielisa Putriadita


MOMSMONEY.ID - Kehidupan seseorang kini lekat dengan media sosial. Apa pun yang terjadi dalam hidup bisa menjadi suatu unggahan di media sosial, bila orang tersebut memperbolehkan cerita kehidupannya diketahui publik. 

Namun, hati-hati, seperti yang kita tahu, kita tidak bisa mengontrol komentar netizen. Jika unggahan viral, pilihannya hanya ada dua, dihujat atau dipuji. 

Jika apes unggahan kita viral dan mendapat hujatan, hal ini bisa berdampak pada kesehatan mental, loh. Fenomena dihujat secara masal atau dibatalkan oleh publik disebut juga sebagai cancel culture. 

Ini adalah kondisi individu atau institusi diboikot akibat perilaku yang dianggap offensive dan hal ini sering muncul di media sosial.  Meski dianggap sebagai bentuk kontrol sosial, cancel culture ternyata menyimpan dampak besar pada kesehatan mental. 

Berdasarkan laman psykay, cancel culture adalah tindakan seseorang atau kelompok yang diputuskan untuk "diboikot" karena dianggap melakukan kesalahan atau perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma publik. 

Baca Juga: Sedang Stres? Ini 5 Rahasia Hidup Bebas Stres yang Ternyata Sederhana

Misalnya, public figure atau politisi yang melontarkan ujaran rasis atau influencer yang berperilaku tidak konsisten dengan citra mereka. 

Bagi para generasi Z yang hidupnya terekspos secara online, potensi mereka terkena cancel culture ini bisa sangat dekat dan menakutkan. 

Dalam buku Social Norms and Digital Justice: Understanding Cancel Culture Participation, dikatakan bahwa normal sosial dan tekanan kelompok sebaya menjadi pendorong utama partisipasi generasi Z dalam cancel culture. 

Dampak psikologis dari cancel culture adalah kecemasan yang meningkat, isolasi sosial dan self censorship, sebagai respons terhadap ancaman stigma publik atau tekanan moral.

Generasi Z yang menjadi pengguna aktif media sosial ini yang punya kecenderungan lebih tinggi untuk terlibat dalam canceling secara sosial, baik sebagai pelaku maupun target. 

Cancel culture juga berpengaruh pada tindakan seseorang yang menjadi takut berbicara atau berekspresi karena khawatir salah ucap. Atau sebaliknya, seseorang menjadi overthinking pada setiap unggahan dan berpikir secara berulang kali agar tidak menuai hujatan. 

Baca Juga: 7 Jenis Istirahat Untuk Fisik dan Mental Menurut Ahli, Tertarik Coba?

Sementara, self censorship adalah membatasi diri untuk tidak membahas isu tertentu, meskipun penting. Dampak psikologis lain adalah turunnya kepercayaan diri dan merasa tidak cukup baik di mata publik. 

Strategi dalam menghadapi cancel culture bisa dimulai dari:

  1. Menyadari bahwa semua orang bisa salah dan kesalahan bisa jadi ruang belajar
  2. Tetapkan batas digital, jangan membaca komentar toksik secara berlebihan
  3. Berlatih self compassion dan perlakukan diri sendiri dengan kebaikan
  4. Kelola ekspresi dan berani tetap berpendapat tapi dengan tanggung jawab. 

Jangan biarkan tekanan dari cancel culture membuat mental dan kepercayaan diri Anda runtuh. Jika cemas karena hal ini semakin berlanjut penting bagi Anda untuk mencari dukungan profesional dengan melakukan konseling. 

Selanjutnya: Saham Big Banks Kompak Menguat, Hanya BBCA yang Melemah pada Jumat (24/10)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News