MOMSMONEY.ID - Nilai tukar rupiah semakin terpojok lantaran minim katalis positif. Sementara, dollar diuntungkan karena perhatian pasar tertuju pada indikator inflasi AS yang akan dirilis Jumat nanti.
Mengutip data Bloomberg, Rabu (29/5), rupiah di pasar spot ditutup melemah 70 poin atau 0,44% dibandingkan kemarin menjadi Rp 16.16 per dollar AS.
Menurut Ibrahim Assuaibi, analis pasar forex dan Direktur Laba Forexindo Berjangka, di eksternal, indeks dollar menguat pada hari ini. Departemen Keuangan di AS melihat lemahnya permintaan untuk surat utang bertenor dua tahun dan lima tahun. Ini menyusul data kepercayaan konsumen AS secara tak terduga meningkat pada Mei, setelah memburuk selama tiga bulan berturut-turut.
Data ekonomi AS pada kuartal pertama lalu lebih baik dari perkiraan. Sejauh ini pun tidak ada tanda-tanda penurunan besar di berbagai bidang seperti pasar tenaga kerja, yang ditunggu oleh beberapa pedagang sebelum mengambil pandangan yang lebih bearish terhadap dollar AS.
"Kekhawatiran bahwa inflasi akan tetap berada di atas target The Fed untuk jangka waktu yang lebih lama, turut memberikan beberapa dukungan untuk dollar," kata Ibrahim dalam siaran pers, Rabu.
Pada Selasa, Presiden Bank Sentral Federal Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bahwa bank sentral AS harus menunggu kemajuan signifikan dalam inflasi sebelum memangkas suku bunga. Dia juga bilang, bank sentral bahkan berpotensi menaikkan suku bunga, jika inflasi gagal turun lebih lanjut.
Inflasi harga konsumen yang menunjukkan bahwa kenaikan harga di bawah perkiraan pada April lalu, sempat meningkatkan harapan bahwa The Fed semakin dekat dengan penurunan suku bunga. Namun, para pejabat The Fed telah menekankan bahwa mereka ingin melihat kemajuan beberapa bulan lagi sebelum melakukan pelonggaran kebijakan.
Baca Juga: Minim Amunisi, Bikin Rupiah Makin Loyo di Rp 16.090 per dollar
Sedangkan, dari internal, rupiah terimbas sentimen negatif. Meningkatnya ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah dikhawatirkan dapat berdampak ke ekonomi Indonesia.
Setiap eskalasi akan memicu volatilitas pasar keuangan. Terutama karena kekhawatiran melonjaknya harga minyak bisa menyebaban inflasi kembali semakin kaku dan sulit diturunkan menuju target. Kenaikan harga minyak juga akan berisiko melebarkan defisit APBN, mengingat saat ini masih terdapat subsidi BBM dalam postur anggaran negara.
Sementara, Bank Indonesia terus berupaya mengoptimalkan strategi bauran kebijakan, guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Ibrahim memperkirakan, pada perdagangan besok, Kamis (30/5), nilai tukar rupiah fluktuatif dan masih rawan ditutup melemah di rentang Rp 16.150 hingga Rp 16.200 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News