MOMSMONEY.ID - Sempat reli signifikan sepanjang 2025, pasar aset kripto koreksi tajam jelang tutup tahun ini. Mengutip coinmarketcap.com, kapitalisasi pasar kripto global yang sempat menyentuh rekor US$ 4,28 triliun pada Oktober, tergerus menjadi US$ 2,95 triliun pada 24 Desember 2025.
Bitcoin kini diperdagangkan di kisaran US$ 86.000, setelah menembus sejumlah level support kunci dalam beberapa bulan terakhir.
Penurunan harga Bitcoin dari akhir November hingga awal Desember 2025, relatif cepat dan agresif. Dalam periode tersebut, Bitcoin terkoreksi lebih dari 30% dari puncak Oktober di sekitar US$ 126.000, bahkan sempat menyentuh level di bawah US$ 81.000 pada awal Desember.
Koreksi ini menandai perubahan sentimen pasar yang drastis, namun di saat yang sama mulai membentuk fondasi baru bagi siklus berikutnya.
Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin, menilai tekanan tersebut tidak lepas dari kombinasi faktor makro global. Dua faktor utama yang membebani pasar adalah dinamika ekspektasi kebijakan suku bunga The Fed, dan keputusan Bank of Japan (BoJ) untuk menaikkan suku bunga acuan.
Baca Juga: Pasar Kian Ambles, PIPPIN Justru Melejit ke Puncak Kripto Top Gainers
Kebijakan BoJ mendorong imbal hasil obligasi pemerintah Jepang jangka dua tahun naik ke 1,105%, level tertinggi sejak 1997. Sementara obligasi jangka lima tahun menyentuh titik tertinggi sejak 2008. "Kondisi ini menarik likuiditas ke instrumen risk-off seperti obligasi, sekaligus menurunkan minat investor untuk mengambil risiko di aset risk-on termasuk kripto," jelas Fahmi dalam siaran pers, Selasa (23/12).
Ketidakpastian juga diperparah oleh government shutdown AS sepanjang November 2025, yang menyebabkan absennya sejumlah data ekonomi penting. Meskipun inflasi CPI AS bulan November tercatat 2,7% secara tahunan, lebih rendah dari ekspektasi, data tersebut menuai keraguan karena keterbatasan jumlah sampel akibat terhentinya aktivitas pemerintah.
“Sebagian investor meragukan validitas data tersebut, sehingga sentimen bullish yang terbentuk relatif terbatas dan belum cukup kuat untuk membangun keyakinan akan adanya lebih dari satu kali pemangkasan suku bunga pada 2026,” imbuh Fahmi.
Strategi di fase transisi
Memasuki 2026, Fahmi menilai, pasar kripto akan berada di tengah kombinasi ketidakpastian makro, risiko politik global, serta minimnya katalis positif jangka pendek. Namun, peluang pemulihan tetap terbuka, terutama jika kebijakan moneter mulai lebih akomodatif.
Ketidakpastian terbesar adalah arah kebijakan The Fed. Jika tingkat pengangguran terus meningkat, tekanan untuk memangkas suku bunga akan semakin besar. "Apabila suku bunga The Fed turun ke bawah 3%, ini berpotensi mengubah peta permainan dan mendorong arus modal kembali ke aset berisiko seperti kripto,” ujar Fahmi.
Ia menambahkan bahwa kondisi tersebut juga dapat memicu peningkatan partisipasi institusi, seiring semakin beragamnya produk seperti ETF altcoin spot dan infrastruktur regulasi yang kian matang di berbagai negara.
Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga BoJ Guncang Pasar Kripto, Begini Saran bagi Investor
Sejumlah lembaga keuangan global merilis proyeksi harga Bitcoin pada 2026 di rentang yang cukup lebar. J.P. Morgan memperkirakan Bitcoin berpotensi naik ke US$ 170.000. Sementara, Fundstrat memproyeksikan kisaran US$ 200.000-US$ 250.000.
Menurut Fahmi, historis siklus empat tahunan Bitcoin yang terkait dengan peristiwa halving, kini semakin dipengaruhi oleh partisipasi institusional dan dinamika makro global. Koreksi 2025 ini berpotensi menyerupai pola akhir siklus seperti pada 2015 dan 2018, di mana penurunan tajam diikuti oleh pemulihan yang kuat.
"Namun, fase pemulihannya kemungkinan akan lebih panjang, terutama jika The Fed tidak melakukan pelonggaran secara agresif,” jelasnya.
Fase pasar seperti ini dinilai memberikan ruang bagi investor dan trader untuk melakukan riset lebih mendalam. Proyek kripto dengan fundamental kuat, pendapatan nyata, tokenomics yang sehat, dan basis pengguna yang jelas, berpotensi menawarkan peluang menarik ketika sentimen pasar kembali membaik.
Bagi investor konservatif, Fahmi menganjurkan alokasi pada aset kripto terbesar seperti Bitcoin dan Ethereum. Strategi Dollar Cost Averaging (DCA) dapat membantu meminimalkan dampak volatilitas.
"Sedangkan, investor yang lebih agresif dapat mempertimbangkan proyek tahap awal, namun tetap harus mengelola risiko secara disiplin melalui diversifikasi dan pemantauan aktif,” sarannya.
Selanjutnya: Podomoro Golf View Percepat Serah Terima Hunian Cluster Khaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News