MOMSMONEY.ID - Polusi udara yang semakin menebal meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit penyempitan dinding paru atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Terutama bagi perokok, risikonya menjadi lebih besar lagi terkena penyakit ini.
Dokter spesialis paru dari RSPI Sulianti Saroso, dr Faisal Rizal Matondang menjelaskan, PPOK umumnya diderita lanjut usia di atas 50 tahun. Karena usia, biasanya para lansia terkena penurunan fungsi paru PPOK.
Namun, belakangan ini, dengan semakin terpapar polusi udara, seseorang dengan usia muda atau produktif memiliki risiko terkena PPOK lebih cepat sebelum menjadi lansia. Namun, risiko terbesar datang untuk perokok.
"Kalau polusi udara, kita susah kontrol, hanya bisa menghindari dengan memakai pelindung atau masker saat keluar ruangan. Tapi, kalau merokok, ini adalah faktor risiko yang sebenarnya bisa kita hindari," kata Faisal, dalam bincang Hari Pencegahan Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Rabu (15/11) bersama Kementerian Kesehatan.
Bukan hanya perokok, orang-orang di sekitar perokok, perokok pasif atau third-hand smoker juga ikut mendapatkan peningkatan risiko terkena PPOK. Malah, PPOK saat ini menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia.
Gejala PPOK
Gejala PPOK sangat khas, yaitu penderitanya mengalami sesak napas saat beraktivitas. Berbeda dengan asma yang sesak napasnya bisa berkurang ketika jauh dari faktor alergen, penderita PPOK mengalami sesak napas sepanjang hari.
Penyempitan dinding paru menyebabkan terhambatnya aliran udara. Alhasil, paru mengalami kekurangan oksigen, padahal osigen diperlukan oleh selutuh tubuh.
Sesak napas ini pun berkembang progresif. Artinya, setiap bulan atau setiap tahun, sesak napas semakin berat dan mengganggu aktivitas. Misalnya, jika di tahun 2021 orang tersebut masih bisa naik tangga, bisa saja di tahun 2022 sudah kesulitan naik tangga, dan di tahun 2023 tidak bisa lagi naik tangga. "Bahkan, ada juga yang setelah mandi, harus beristirahat dulu sebelum memakai pakaian karena sudah sesak," kata Faisal.
Selain itu, penderitanya harus akan membawa penyakit ini untuk jangka panjang. Pasalnya, tidak ada obat yang bisa mengembalikan fungsi paru seperti sebelumnya. Ditambah, setiap orang bertambah usia, sehingga fungsi paru secara alami memang akan mengalami penurunan.
Obat-obatan akan diberikan kepada penderita PPOK untuk meringankan gejala, sehingga tidak mengganggu aktivitas. Penderita PPOK juga disarankan sering berjemur untuk mengurangi dahak kental yang bisa memperparah saluran napas.
Faisal menceritakan, saat ini, penderita PPOK bisa diderita seseorang dengan usia sekitar 30-an. Karena itu, bisa saja status PPOK sebagai penyakit lansia, bisa berganti menjadi penyakit bagi siapa saja terutama perokok.
Saat ini pun semakin bertambah perokok muda yang mempercepat risiko terkena PPOK sebelum usia lanjut. "Untuk menghindari penyakit ini, tidak bisa hanya mengurangi rokok. Perokok harus berhenti merokok," ujar Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News