MOMSMONEY.ID - Kebijakan Amerika Serikat yang menerapkan tarif impor global sebesar 32% terhadap barang-barang dari Indonesia 3 April lalu memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Namun, 9 April lalu, Presiden Donald Trump menurunkan tarif impor sementara menjadi 10% untuk beberapa negara, termasuk Indonesia.
Merespon kondisi tersebut, CEO dan Founder FINETIKS, Cameron Goh menyatakan keprihatinannya atas gejolak ekonomi dunia yang terjadi. Cameron mengatakan Amerika Serikat merupakan salah satu pasar ekspor terbesar bagi Indonesia, dengan nilai ekspor mencapai US$ 28,1 miliar pada tahun 2024.
"Dampaknya jika tarif impor ditetapkan tinggi untuk Indonesia, maka produk Indonesia akan menjadi lebih mahal bagi konsumen Amerika, yang berpotensi menurunkan permintaan dan berdampak negatif pada para eksportir Indonesia," jelas Cameron dalam keterangan tertulis, Kamis (10/4).
Efek kebijakan tersebut langsung terasa di dalam negeri. Rupiah terus melemah hingga menyentuh angka Rp16.750 per dollar AS mendekati titik terendah sejak krisis keuangan Asia tahun 1998. Di saat yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 9% pada perdagangan 8 April lalu, menyebabkan trading halt dan mengguncang kepercayaan investor ritel.
"Kombinasi potensi tarif tinggi, pelemahan mata uang, dan penurunan pasar saham menunjukkan ketidakpastian global sedang nyata di depan mata. Ini saatnya kita, sebagai masyarakat, bersikap lebih bijak dalam mengelola keuangan," jelasnya.
Baca Juga: Pemerintah Sudah Ajukan Permintaan Pertemuan Prabowo dan Trump Untuk Negosiasi Tarif
Belajar dari Warren Buffett: Simpanan Tunai adalah Kekuatan
Warren Buffett kembali menjadi perhatian publik setelah Bloomberg Billionaires Index melaporkan bahwa ia merupakan satu-satunya individu di antara jajaran orang terkaya dunia yang mencatat peningkatan kekayaan bersih sepanjang tahun 2025. Hal ini terjadi di tengah kondisi pasar saham global yang mengalami penurunan sebesar 10-20% sejak awal tahun.
Secara historis, Buffett dikenal memilih strategi menyimpan cadangan kas dalam jumlah besar saat terjadi resesi atau krisis keuangan. Ia menunggu momentum yang tepat untuk bertindak, sebuah pendekatan yang kembali membuktikan ketangguhannya di tengah gejolak ekonomi global.
“Holding cash saat pasar panik bukan berarti takut ambil risiko, justru itulah strategi jangka panjang yang membuat Buffett semakin kaya ketika orang lain terpuruk. Momen seperti sekarang adalah pengingat penting bahwa cash is not passive, it’s strategy,” tambah Cameron.
Strategi Menabung di Tengah Gejolak Ekonomi Global
Di tengah ketidakpastian ekonomi, Cameron mengajak masyarakat Indonesia untuk mengubah cara pandang menabung. Bukan sekedar menyisihkan uang, tapi mengelola uang dengan strategi cerdas agar tetap tumbuh meski dunia sedang tidak pasti.
Tips dari Cameron di antaranya,
- Fokus pada kebutuhan utama. Dengan harga barang impor yang semakin mahal, utamakan pengeluaran untuk hal-hal yang benar-benar penting dan tunda pembelian barang mewah yang kurang mendesak.
- Siapkan dana cadangan. Menabung adalah kunci untuk menjaga kestabilan keuangan di masa yang tidak menentu.
- Pilih cara menabung yang menguntungkan. Cari opsi tabungan dengan imbal hasil tinggi dan fleksibilitas yang memudahkan.
Baca Juga: Airlangga: Kerjasama Indonesia-Turki Perlu Ditingkatkan untuk Hadapi Kebijakan Trump
Menabung bukan cuma soal menyisihkan uang, tapi juga bagaimana membuatnya berkembang. FINETIKS VIP Save bisa menjadi alternatif menarik yang menawarkan bunga kompetitif hingga 6,25% per tahun dengan fleksibilitas penuh dari nasabah.
Untuk diketahui, FINETIKS VIP Save merupakan produk tabungan kolaborasi dengan Bank Victoria yang menawarkan keuntungan kompetitif dan fleksibilitas dalam pengelolaan dana.
Selanjutnya: Charlie Munger Investor Kawakan AS Lakukan Hal ini Saat Market Crash
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News