Santai

BMKG: Terjadi Pergeseran Awal Musim Kemarau yang Lebih Lambat, hingga 50 Hari

BMKG: Terjadi Pergeseran Awal Musim Kemarau yang Lebih Lambat, hingga 50 Hari

MOMSMONEY.ID - BMKG mengungkapkan, pemutakhiran awal musim kemarau 2025 menunjukkan pergeseran awal musim yang lebih lambat dibanding prediksi Februari lalu, terutama di Jawa serta Bali dan Nusa Tenggara. 

Di Jawa, awal musim bergeser 3-5 dasarian atau 30-50 hari, sementara di Bali dan Nusa Tenggara bergeser 2-4 dasarian atau 20-40 hari, menyebabkan kemarau datang lebih lambat dari normal. 

"Puncak musim kemarau umumnya tetap diprediksi terjadi pada Juli hingga Agustus 2025," sebut BMKG di akun Instagramnya, dikutip Kamis (5/6). 

Hanya, durasi musim kemarau diperkirakan lebih pendek di sebagian besar wilayah, meskipun sebagian kecil wilayah mengalami durasi lebih panjang dari normal.

Sementara itu, dalam sepekan terakhir, hujan dengan intensitas lebat (50-100 mm/hari) hingga sangat lebat (100-150 mm/hari) di beberapa wilayah Indonesia masih relatif tinggi. 

Baca Juga: Masuk Bulan Juni Baru 15% Wilayah Indonesia Masuk Musim Kemarau 2025, Ini Penyebabnya

Tercatat hujan sangat lebat pada 2 Juni 2025 di Kota Ambon, Maluku (138.1 mm/hari), 3 Juni 2025 di Kab. Kepulauan Tanimbar, Maluku (123.5 mm/hari) dan Kab. Sintang, Kalimantan Barat (106.4 mm/hari). 

Kemudian, 4 Juni 2025 di Kab. Maluku Tengah, Maluku (123.6 mm/hari).

Kondisi atmosfer yang relatif basah masih berpotensi terjadi dalam sepekan ke depan, khususnya di wilayah Indonesia bagian utara dan timur, yang diperkuat oleh dinamika tropis dan topografi di wilayah tersebut. 

Aktivitas gelombang ekuator seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), aktifnya gelombang Kelvin dan Equatorial Rossby, serta bibit siklon tropis 92W meningkatkan peluang terbentuknya awan-awan konvektif di beberapa wilayah. 

Baca Juga: Indonesia Masuk Musim Kemarau 2025, BMKG Ingatkan Risiko Ini

Di sisi lain, labilitas atmosfer skala lokal, baik dari interaksi angin darat/laut maupun dari faktor geografis lainnya, turut memperkuat proses konvektif di wilayah selatan Indonesia. 

"Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan hujan lokal dengan intensitas sedang hingga lebat pada siang hingga sore hari yang disertai kilat/petir yang tidak merata dengan waktu singkat," ungkap BMKG.

Mengingat atmosfer bersifat sangat dinamis, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi, meskipun beberapa wilayah telah memasuki musim kemarau. 

BMKG terus menekankan pentingnya memantau informasi cuaca dari sumber resmi secara berkala dan mengambil langkah mitigasi yang diperlukan guna mengantisipasi serta mengurangi dampak risiko bencana hidrometeorologi di wilayah masing-masing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News