MOMSMONEY.ID - Belakangan Indonesia tengah digegerkan oleh serangan ransomware yang menargetkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) sejak 20 Juni lalu. Serangan yang menggunakan salah satu perangkat lunak pemerasan (malware) paling berbahaya itu memicu kelumpuhan pada banyak operasional layanan publik hingga berhari-hari.
Dr. Erza Aminanto, Asisten Profesor dan Koordinator Program Magister Keamanan Siber Monash University, Indonesia menyebut dari perspektif keamanan siber, salah satu cara ransomware menyusup adalah melalui pencurian data pribadi via email (phishing email) yang tidak terlihat mencurigakan. Setelah berhasil melakukan phishing, peretas mendapat akses ke jaringan internal dan mengenkripsi data penting, kemudian menguncinya dan mendesak korban untuk membayar uang tebusan.
Besarnya ancaman ransomware dapat dilihat dari tingginya uang tebusan yang diminta dan dampak yang ditimbulkannya, dimana berisiko menghentikan layanan data dan memungkinkan kebocoran informasi yang lebih sensitif pada serangan lebih lanjut.
Selain itu, dalam konteks krisis yang dialami PDNS, dampak besar serangan ransomware mencakup risiko kerugian finansial yang signifikan bagi negara, baik dalam opsi pembayaran uang tebusan atau pemulihan data dan perbaikan sistem.
Baca Juga: Hati-Hati Penipuan, Shopee Luncurkan Fitur Cek Fakta
“Kedua opsi tersebut harus dipertimbangkan secara kritis dan menyeluruh,” kata Dr Aminanto dalam keterangan yang diterima Momsmoney.
“Gangguan pada pusat data nasional bisa berdampak pada berbagai sektor yang bergantung padanya, termasuk layanan publik, layanan kesehatan, dan pendidikan.”
“Serangan semacam ini juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melindungi keamanan data. Lebih buruk lagi, data yang dicuri dapat digunakan untuk serangan lebih lanjut, baik secara langsung oleh peretas atau dijual kepada pihak ketiga.”
Baca Juga: Muncul Modus Baru Bisa Retas Data Nasabah, Ini 4 Modus Penipuan Perbankan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News