Keluarga

Bakteri Pemakan Daging Merebak di Jepang, Indonesia Perlu Waspada

Bakteri Pemakan Daging Merebak di Jepang, Indonesia Perlu Waspada

MOMSMONEY.ID - Jepang tengah dilanda infeksi Syndrom Toxic Shock Streptokokus (STSS) yang dipicu bakteri pemakan daging.

Melansir Japan Times, jumlah infeksinya mencapai 977 kasus per 2 Juni 2024. Angka ini lebih tinggi dibanding tahun lalu yang sebanyak 941 kasus. 

Infeksi STSS disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A atau orang awam menyebutnya bakteri pemakan daging. 

Mengutip Kementerian Kesehatan, bakteri ini dijuluki “pemakan daging” karena bisa menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan di sekitar otot dalam waktu singkat. Penularan STSS terjadi melalui pernapasan dan droplet (percikan ludah atau lendir) dari penderita.

Baca Juga: Ini Rekomendasi Kementerian Kesehatan Cara Memberikan ASIP

Bagaimana gejala dan dampak dari bakteri pemakan daging? 

Kasus STSS yang dilaporkan di Jepang, umumnya kasus di rumahsakit yang disebabkan bakteri streptokokus yang biasanya muncul dengan gejala faringitis atau peradangan pada tenggorokan atau faring.

Bakteri ini bisa menyebabkan pembengkakan dan sakit tenggorokan pada anak, ini sering kita sebut dengan radang tenggorokan. Namun, beberapa jenis bakteir dapat menyebabkan gejala yang cepat seperti nyeri dan bengkak pada anggota badan, demam, tekanan darah rendah. 

Infeksi STSS bisa berakibat fatal karena pasien dapat mengalami sepsis dan gagal multiorgan. Tapi, penyebabnya secara pasti masih belum diketahui karena gejala STSS biasanya ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu singkat.

Baca Juga: Ada Bawang Putih, Ini 8 Makanan Anti Kanker Terbaik yang Patut Anda Konsumsi

Belum ada kasus di Indonesia

Kepala Biro Komuniksi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini, bakteri tersebut belum ditemukan di Indonesia. 

Tapi, Kementerian Kesehatan terus memantau situasi melalui surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) – Severe Acute Respiratory Infection (SARI) dan pemeriksaan genomik.

"Sampai saat ini di Indonesia belum ada laporan untuk kasus bakteri pemakan daging," ungkap Siti, dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan. 

Lebih lanjut, Jepang telah melaporkan kasus infeksi streptokokus dalam sistem notifikasi surveilans sejak 1999. Pada 2023, terdapat 941 kasus, dan angka ini meningkat menjadi 977 kasus pada Juni 2024. Hanya, tingkat penyebaran STSS jauh lebih rendah dibanding Covid-19. 

Di Jepang, melihat tingkat infeksi saat ini, jumlah kasus bisa mencapai 2.500 di tahun ini. Adapun tingkat kematian diprediksi sebesar 30%. Sebagian besar kematian terjadi dalam waktu 48 jam. 

Sebab, saat pasian menemukan pembengkakan di kaki pada pagi hari, pembengkakan bisa menyebar ke lutut di siang hari dan meninggal dalam waktu 48 jam 

Baca Juga: Jeruk Nipis untuk Asam Lambung, Aman atau Tidak? Intip Daftar Buah Pantangan Lainnya

Saat ini, Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat dengan menggunakan masker saat sakit dan membiasakan mencuci tangan secara rutin. 

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait peningkatan kasus iGAS atau invasive Group A Streptococcal disease, termasuk STSS, di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi pembatasan perjalanan ke negara-negara yang terdampak.

Pengobatan STSS dilakukan dengan pemberian antibiotik. Hingga saat ini, belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi bakteri “pemakan daging” ini.

Selanjutnya: Putin Bakal Bertemu Erdogan dan Xi Jinping di Kazakhstan, Ada Isu Apa?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News