MOMSMONEY.ID - Selalu ada celah untuk kasus penipuan. Jelang akhir tahun 2024 ini, VIDA mencatat terdapat lonjakan signifikan sebesar 1.550% atau hampir 2 kali lipat dalam kasus penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI) di sektor keuangan Indonesia. Metode penipuan yang sering terjadi termasuk deepfake dan penipuan berbasis AI, pengambilalihan akun (account takeovers/ATOs), penipuan identitas sintetis, dan lainnya.
Victor Indajang, Chief Operating Officer VIDA, menegaskan, lonjakan kasus penipuan berbasis AI ini menjadi peringatan tegas bagi kita semua. Jika tidak segera ditangani, kerugian finansial dan reputasi yang ditimbulkan akan semakin besar. Industri keuangan harus beradaptasi dan memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman ini. "Kasus-kasus seperti penggunaan KTP palsu untuk pengajuan pinjaman dan kredit ilegal telah menciptakan kerugian besar bagi konsumen sekaligus meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan," kata Victor.
Penipuan berbasis AI di sektor keuangan semakin canggih, menimbulkan kerugian finansial dan reputasi perusahaan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mencatat bahwa sejak tahun 2022 hingga triwulan I tahun 2024, total kerugian masyarakat akibat kejahatan keuangan mencapai Rp 2,5 triliun, khususnya terkait penipuan dan kecurangan (scam dan fraud). Dalam industri perbankan dan fintech, teknologi deepfake telah digunakan untuk menipu karyawan agar menyetujui transaksi ilegal, salah satunya melalui manipulasi gambar nasabah yang tampak autentik.
Tidak hanya itu, serangan phishing tetap menjadi ancaman utama, dengan 41% kasus penipuan finansial terkait pembayaran fintech lending atau pindar yang sering mengeksploitasi kelemahan dalam proses otentikasi pengguna. Modus ini sering mengeksploitasi kelemahan dalam proses otentikasi pengguna, termasuk melalui pengiriman file APK berbahaya via instant messaging platform atau metode lain yang semakin canggih.
Baca Juga: 6 Film Indonesia Bertema Ibu yang Penuh Perjuangan
Di sektor multifinance dan consumer finance, pengambilalihan akun kian marak akibat pencurian data pribadi dari serangan phishing atau kebocoran data. Dampaknya sering kali berupa transaksi tidak sah atau kerugian finansial yang signifikan. Selain itu, penipuan identitas sintetis menjadi ancaman yang semakin nyata, di mana pelaku menggunakan data curian atau teknologi deepfake untuk menciptakan identitas palsu demi mendapatkan akses ke produk keuangan. Jenis penipuan ini diperkirakan menyebabkan kerugian global hingga US$ 2 miliar per tahun.
Sementara itu, di industri asuransi, pemalsuan dokumen dan tanda tangan semakin menjadi modus utama dalam mengajukan klaim palsu, yang berujung pada kerugian finansial signifikan. Praktik ini memperburuk situasi dengan meningkatkan risiko klaim ganda dan penipuan lainnya. Kebocoran data pribadi yang baru-baru ini terjadi juga dapat disalahgunakan untuk memperkuat klaim palsu, memperbesar ancaman terhadap stabilitas industri asuransi. Sebagai akibatnya, tingginya tingkat penipuan tidak hanya merugikan perusahaan asuransi, tetapi juga berpotensi mendorong kenaikan biaya premi bagi konsumen.
Untuk menghadapi ancaman-ancaman tersebut, VIDA menghadirkan VIDA Identity Stack (VIS) sebagai solusi berbasis teknologi AI yang menawarkan perlindungan menyeluruh. VIS mengintegrasikan teknologi verifikasi identitas berbasis biometrik, otentikasi multifaktor, serta deteksi penipuan yang didukung AI untuk mencegah aksi penipuan sebelum terjadi. Dengan solusi ini, perusahaan dapat memperkuat sistem keamanannya secara signifikan, memastikan transaksi digital tetap aman dan tepercaya.
VIDA Identity Stack bukan hanya solusi teknologi, tetapi juga langkah transformasional dalam melindungi sektor keuangan dari ancaman yang terus berkembang.
Baca Juga: Lewat Pembiayaan, BCA Dukung Perempuan Lebih Berdaya
Selanjutnya: Bukan Cuma Tentara, Korea Utara Juga Disebut Siap Memasok Drone Bunuh Diri ke Rusia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News