MOMSMONEY.ID - Pemegang polis asuransi syariah harus mulai lebih cermat memantau kondisi perusahaan asuransi.
Pasalnya, industri asuransi syariah di Indonesia tengah berada di masa yang menantang, terutama dalam hal pemenuhan modal dan kepercayaan publik.
Pakar asuransi syariah Erwin Noekman, ST, MBA, mengingatkan, industri ini memiliki tanggungjawab besar untuk menjaga kepercayaan nasabah.
“Industri (secara keseluruhan) memiliki beban untuk membuktikan diri kepada pemegang polis dan masyarakat umum bahwa industri yang mengandalkan asas kepercayaan ini memang layak dipercaya dan dapat diandalkan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (22/10).
Menurut Erwin, kepercayaan nasabah adalah fondasi utama yang harus dijaga. Asuransi syariah seharusnya menjadi sarana perlindungan berbasis keadilan dan amanah, bukan sekadar instrumen bisnis.
Baca Juga: 5 Tips Keluarga Muda Pilih Asuransi ala Astra Life
Karena itu, penting bagi pemegang polis untuk memahami posisi keuangan dan arah strategi perusahaan tempat mereka menabung dan berasuransi.
Ia menilai, transparansi laporan keuangan dan kesiapan menghadapi aturan baru akan menjadi indikator penting bagi calon maupun pemegang polis dalam menilai kredibilitas perusahaan asuransi.
“Kepercayaan tidak bisa dibangun hanya dengan janji, tetapi harus dibuktikan dengan tata kelola yang baik dan komitmen menjaga amanah peserta,” tambahnya.
Namun di sisi lain, industri kini menghadapi tekanan besar dari sisi permodalan. Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023, perusahaan asuransi syariah wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp 100 miliar paling lambat 31 Desember 2026.
“Aturan ini dibuat untuk memperkuat stabilitas industri dan melindungi pemegang polis, namun di sisi lain memunculkan tekanan besar terhadap perusahaan kecil yang masih lemah modal,” jelas Erwin.
Baca Juga: Asuransi Jiwa & Kecelakaan FWD via WhatsApp, Premi Mulai Rp 51.000
Beberapa perusahaan kini berpacu menyiapkan strategi agar tetap sehat dan dapat memenuhi aturan tersebut. Ada yang mempertimbangkan merger dan akuisisi, ada pula yang memilih spin-off agar entitas syariah bisa beroperasi lebih mandiri dan fokus.
Erwin juga menyebutkan, bergabung ke dalam Kelompok Usaha Perasuransian (KUPA) bisa menjadi opsi bagi perusahaan yang belum cukup kuat secara modal. Langkah lain adalah menerbitkan saham baru atau rights issue untuk menambah ekuitas tanpa kehilangan kendali.
Meski berada dalam masa transisi, Erwin optimistis, industri asuransi syariah tetap punya peluang tumbuh, asalkan mampu beradaptasi dan menjaga kepercayaan masyarakat.
"Transformasi ini harus direncanakan dengan matang, dengan komunikasi yang jelas ke regulator dan pemegang polis,” ujarnya.
Bagi masyarakat, hal terpenting saat ini adalah memastikan perusahaan asuransi tempat mereka menjadi peserta memiliki rekam jejak baik dan aktif menyesuaikan diri dengan ketentuan terbaru.
Dengan begitu, perlindungan finansial yang diharapkan dari asuransi syariah bisa tetap terjaga di tengah perubahan industri.
Selanjutnya: Masih Lanjut Turun, Cek Harga Emas Antam Hari Ini Kamis 30 Oktober 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News