InvesYuk

EBC: Mesin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih Berjalan, tapi Medannya Makin Rumit

EBC: Mesin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih Berjalan, tapi Medannya Makin Rumit

MOMSMONEY.ID - Perekonomian Indonesia melaju kencang di kuartal II 2025 dengan pertumbuhan 5,12% secara tahunan (yoy), tertinggi sejak pertengahan 2023.

Laju ini didorong investasi yang melonjak hampir 7% dan ekspor yang dipacu langkah antisipasi tarif baru Amerika Serikat (AS).

Namun, EBC Financial Group mengingatkan risiko vibecession atau kondisi ketika data ekonomi positif, tapi sentimen konsumen dan pelaku usaha justru melemah.

“Mesin pertumbuhan Indonesia masih berjalan, tapi medannya makin rumit,” kata Samuel Hertz, Kepala APAC EBC Financial Group dalam siaran pers, Kamis (28/8/2025).

Dia menyoroti tekanan dari kebijakan tarif AS, pelemahan konsumsi rumahtangga, hingga sikap wait and see investor.

Baca Juga: Ini Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dari Bank Mandiri

Tarif 19% AS terhadap ekspor udang Indonesia diproyeksikan memangkas volume ekspor hingga 30%. Industri perikanan memperingatkan potensi hilangnya 1 juta lapangan kerja.

Sejumlah eksportir mulai melirik pasar alternatif seperti China yang saat ini baru menyerap 2% ekspor udang nasional.

Sementara Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia turun ke 117,5 pada Mei, terendah sejak 2022. Di sektor ritel, pelaku usaha mengaku trafik pengunjung mal ramai, tapi transaksi turun.

“Banyak hanya lihat-lihat, bukan belanja,” ungkap seorang pemilik restoran di Jakarta.

Baca Juga: DBS Menilai Indonesia Masih Resilient di Tengah Tantangan Perdagangan Global

Tapi, Inflasi Juli 2025 di 2,37% memberi ruang Bank Indonesia (BI) menjaga stabilitas moneter. APBN 2025 mematok inflasi 2,5% dengan defisit 2,53% dari PDB, dinilai aman untuk mendorong stimulus jika dibutuhkan.

Namun, analis EBC menekankan perlunya reformasi struktural seperti fleksibilitas pasar tenaga kerja dan kepastian regulasi untuk menjaga momentum jangka panjang.

Kebijakan pemerintah meningkatkan pasokan minyak goreng domestik lewat DMO juga diprediksi menekan margin eksportir sawit. Namun, sektor pangan dalam negeri bisa diuntungkan jika harga tetap stabil.

Ke depan, ketahanan ekonomi RI akan diuji oleh kemampuan menjaga konsumsi domestik, stabilitas investasi, dan meredam gejolak politik yang tengah berlangsung.

Selanjutnya: Koreksi Harga Minyak Mentah jadi Momentum Emiten Petrokimia, Begini Prospeknya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News