Santai

2024 Jadi Tahun Terpanas, Dunia Sedang Bergerak Menuju Titik Kritis

2024 Jadi Tahun Terpanas, Dunia Sedang Bergerak Menuju Titik Kritis

MOMSMONEY.ID - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, tahun 2024 menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan instrumental.

Suhu rata-rata global tahun lalu mencapai 1,55°C di atas tingkat pra-industri. Angka ini melampaui batas ambang Perjanjian Paris yang telah disepakati secara global untuk mencegah krisis iklim. 

"Ini bukan hanya soal cuaca panas. Ini adalah tanda bahwa kita sedang bergerak menuju titik kritis yang bisa mengancam keberlangsungan hidup manusia," tegas Dwikorita dikutip dari laman resmi BMKG, Senin (12/5).

Dwikorita menjelaskan, perubahan suhu yang terjadi saat ini jauh lebih cepat dibanding perubahan iklim yang pernah menyebabkan kepunahan massal jutaan tahun lalu. 

Ia menegaskan, percepatan ini menjadi indikator serius akan krisis iklim yang tengah berlangsung. 

Baca Juga: Musim Kemarau 2025 Lebih Singkat, Puncak Kekeringan Terjadi Bulan Ini

Tanpa upaya mitigasi yang kuat dan kolaboratif, perubahan suhu yang ekstrem ini berpotensi membawa dampak besar terhadap stabilitas ekosistem, ketahanan pangan, serta keselamatan umat manusia di berbagai belahan dunia.

"Jika punahnya dinosaurus dipicu oleh perubahan suhu yang berlangsung dalam jutaan tahun, kita sekarang mengalami lonjakan serupa hanya dalam 30 hingga 40 tahun," sebutnya.

Data observasi BMKG menunjukkan tren peningkatan suhu yang terus berlanjut sejak tahun 1981. Tahun 2024 mencatat suhu rata-rata nasional tertinggi sebesar 27,52°C. 

Kondisi ini, menurut Dwikorita, bukan sekadar anomali, tetapi bukti nyata bahwa krisis iklim telah berlangsung dan akan berdampak langsung pada sektor-sektor vital, termasuk kesehatan publik.

Dwikorita memaparkan,perubahan iklim tidak hanya menyebabkan cuaca ekstrem, tapi juga meningkatkan risiko penyakit menular, malnutrisi, gangguan kesehatan mental, hingga memburuknya kualitas hidup masyarakat. 

Baca Juga: Pebisnis Perempuan Indonesia Berinovasi Atasi Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan

Perubahan pola curah hujan dan suhu berkontribusi terhadap peningkatan kasus infeksi berbasis air dan makanan, seperti kolera dan salmonella, serta penyakit akibat gigitan serangga seperti demam berdarah dan Lyme disease.

Untuk menjawab tantangan tersebut, BMKG mengembangkan inisiatif Climate Smart Indonesia berupa sistem peringatan dini multi-bahaya yang berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Ini hasil kerjasama dengan Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Kerjasama tersebut mendapat dukungan dari Institute for Health Modeling and Climate Solutions (IMACS) dan Mohamed bin Zayed University of Artificial Intelligence (MBZUAI). 

Baca Juga: IBM dan Kota Kita Berkolaborasi Pakai AI Untuk Atasi Tekanan Iklim

Sistem itu dirancang tidak hanya untuk memperingatkan potensi bencana alam, seperti gempa dan tsunami, tapi juga untuk mendeteksi dini lonjakan penyakit yang sensitif terhadap iklim.

"Dengan teknologi saat ini, BMKG bisa memprediksi musim hingga enam bulan ke depan dengan akurasi 85 persen. Dengan bantuan AI, prediksi ini bisa lebih akurat dan presisi, hingga skala kota, kabupaten atau bahkan satu desa," jelasnya.

BMKG juga mengembangkan platform layanan seperti DBDKlim, yang telah diterapkan di Jakarta dan Bali untuk memberikan peringatan dini terhadap potensi lonjakan kasus demam berdarah. 

Inisiatif ini berhasil mendorong pemerintah daerah melakukan langkah-langkah aksi dini (aksi preventif) seperti fogging, edukasi masyarakat, dan pemberantasan sarang nyamuk secara terarah dan tepat waktu.

Selanjutnya: Bansos PKH 2025 Tahan 2 Cair Bulan Mei 2025, Ini Cara Cek Penerimanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News