MOMSMONEY.ID - Minuman berpemanis dalam kemasan semakin marak saat ini dan menyasar semua umur. Saat ini anak-anak pun sudah terpapar minuman berpemanis.
Kurniawan Satria Denta, Dokter Spesialis Anak menyebut, saat ini, sekitar 42,6% balita di Indonesia sudah terpapar minuman berpemanis dalam kemasan. Menurutnya, ada berbagai alasan mengapa balita diberikan minuman berpemanis. Bisa jadi supaya anak lebih tenang, tidak rewel dan lainnya.
Padahal, pemberian minuman berpemanis pada anak ini berbahaya. Dia mengatakan, semakin dini terpapar minuman berpemanis maka semakin tinggi kemungkinannya untuk menghadapi berbagai kondisi seperti overweight, obesitas, penyakit jantung, ginjal, pembuluh darah, kanker, stroke, gangguan cemas atau gangguan perilaku hingga pikun.
"Buat beberapa orang, gula berlebihan membuat mereka resisten terhadap insulin, yang akhirnya ketika terkena Covid-19, apa yang terjadi? Lebih parah, lebih sesak," terang Kurniawan dalam Forum for Young Indonesians 2022: Dunia Tipu-Tipu Minuman Berpemanis dalam Kemasan.
Dia menjelaskan, penyakit tidak menular saling berkesinambungan dengan penyakit menular. BIla seseorang memiliki penyakit tidak menular, maka lebih rentan menghadapi penyakit menular yang lebih berat.
Baca Juga: 4 Rekomendasi Face Oil Sesuai Kebutuhan Kulit, Cobain Yuk!
Lebih lanjut Kurniawan menjelaskan alasan gula bisa memberikan risiko yang banyak kepada tubuh. Ini lantaran gula tidak hanya bekerja di level permukaan, tetapi juga level molekuler, seluler hingga level terkecil dalam tubuh, yakni DNA.
"Makanya pengaruhnya bisa menjadi sistemik. Tidak hanya bisa membuat gigi bolong, tetapi juga bisa membuat jantungnya bolong. Tidak hanya memporakporandakan ginjal, tetapi juga bisa memporakporandakan hati atau liver kita," terangnya.
Kurniawan juga menyebut sebesar 61,3% penduduk Indonesia di atas 3 tahun sudah mengkonsumsi paling tidak 1 botol minuman berpemanis dalam kemasan setiap hari. Menurutnya, angkanya bisa sebanyak ini lantaran gula bekerja seperti candu di dalam otak, di mana otak pun sulit membatasi gula. Menurutnya, semakin seseorang memakan gula, otak akan meminta lebih atau disebut sebagai dopamine reward system.
Rata-rata gula tambahan dari masing-masing minuman berpemanis bisa mencapai 25% bahkan hingga 40%. Padahal, menurut American Heart Association, batasan gula tambahan yang direkomendasikan adalah sebesar 25 gram, dan Kementerian Kesehatan merekomendasikan 50%. Bagi anak, angkanya lebih kecil atau maksimal 5% dari asupan kalori harian dan anak-anak yang lebih besar maksimal 25 gram.
Melihat besaran rata-rata gula tambahan dalam minuman kemasan tersebut.. Kurniawan pun menyebut itu sudah melewati kebutuhan gula tambahan berdasarkan rekomendasi American Heart Association.
Supaya risiko-risiko pada tubuh akibat minuman berpemanis dapat dihindari, dia meminta agar masyarakat meningkatkan pemahaman dan juga melakukan aksi, membatasi akses anak terhadap minuman berpemanis dalam kemasan. Selain juga mendorong pemerintah membatasi akses terhadap minuman berpemanis dalam kemasan yakni melalui penerapan cukai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News