MOMSMONEY.ID - Pasar kripto masih dalam fase konsolidasi yang penuh tantangan. Harga Bitcoin terus tertekan dengan turun 9,37% dalam tujuh hari terakhir.
Mengutip coinmarketcap.com, BItcoin diperdagangkan seharga US$ 103.661 pada Selasa (4/11) pukul 17.37 WIB, pasca breakdown menembus level support US$ 108.000.
Sebelumnya, Bitcoin menutup bulan Oktober dengan performa negatif untuk pertama kalinya dalam enam tahun terakhir. Sejak mulai banyak diperdagangkan pada 2013, Bitcoin hanya
 membukukan performa harga negatif pada bulan Oktober sebanyak tiga kali yaitu pada 2014, 2018, dan 2025. 
Sementara, beberapa altcoin mulai menunjukkan performa harga yang lebih stabil, khususnya di sektor AI dan RWA. Namun, secara umum altcoin masih mengalami tekanan
 harga yang signifikan. 
Fahmi Almuttaqin, Crypto Analyst Reku, menilai pelemahan di pasar kripto ini karena kondisi likuiditas pasar yang semakin ketat di tengah berkembangnya sentimen risk-off setelah masih relatif tidak pastinya pemangkasan suku bunga pada Desember nanti.
“Dengan kombinasi likuiditas ketat dan gejolak makro, terlebih di tengah kondisi shutdown pemerintah AS, Bitcoin sebagai aset risk-on mengalami tekanan yang cukup serius,” jelas Fahmi, mengutip siaran pers, Selasa (4/11).
Baca Juga: Pasar Keok, Decred Justru Melesat 80% ke Puncak Kripto Top Gainers
Namun, kata Fahmi, indikator puncak bull market yang dikompilasi oleh Glassnode menunjukkan sinyal 100% hold, dengan belum ada satupun dari 30 metriks mengonfirmasi bahwa siklus bullish Bitcoin telah berakhir. Artinya, Bitcoin saat ini belum mencapai level harga puncaknya pada siklus kali ini.
Meski begitu, terdapat 7 metriks dalam kompilasi 30 indikator tersebut yang saat ini telah memiliki progres ketercapaian lebih dari 70%. "Di mana ketercapaian 100% mengindikasikan kondisi yang biasanya menjadi puncak dari fase bullish Bitcoin dalam suatu siklus,” bebernya
Menurut Fahmi, Bitcoin saat ini memasuki zona distribusi awal dalam siklus jangka menengah, di mana para investor khususnya yang berada dalam kondisi profit, merealisasikan keuntungan di tengah meningkatnya ketidakpastian ke depan.
Meskipun kondisi ini belum mengindikasikan telah tercapainya level harga puncak siklus, dan potensi kenaikan lanjutan masih sangat terbuka, investor konservatif mungkin akan lebih memilih untuk mengamankan posisi sambil menunggu kejelasan lebih dari faktor-faktor yang dapat mendukung pertumbuhan instrumen risk-on seperti Bitcoin.
Baca Juga: Jangan Panik, Ini 4 Langkah Hadapi Gejolak di Pasar Aset Kripto
Namun, di tengah sentimen yang berkembang tersebut, ada fenomena menarik di mana jumlah Bitcoin yang ada di bursa perdagangan terpusat atau centralized exchange
 justru turun. Ini artinya, lebih banyak Bitcoin yang ditarik dari exchange oleh pemiliknya untuk disimpan dibandingkan Bitcoin yang dikirim ke exchange untuk dijual. 
"Kondisi ini mensinyalir potensi dapat semakin meningkatnya nilai kelangkaan Bitcoin yang membuatnya semakin bernilai sebagai aset investasi jangka panjang,” imbuh Fahmi.
Masihkah tepat beli Bitcoin cs?
Terlepas dari penurunan harga yang terjadi, beberapa indikator di atas mengindikasikan bahwa Bitcoin masih menjadi salah satu aset yang menjanjikan potensi menarik bagi
 investor jangka menengah-panjang. Kata Fahmi, ini didukung oleh tren akumulasi dan narasi cadangan aset institusional yang masih kuat. 
Sementara, bagi trader atau investor yang ingin masuk ke pasar kripto sekarang untuk memanfaatkan potensi rebound, situasi ini bisa menjadi prospek menarik meskipun dengan
 risiko yang cukup tinggi. 
Menurut Fahmi, perlu diingat juga bahwa pada struktur pasar yang ada saat ini, likuiditas dan narasi makro mungkin masih akan memainkan peran besar ke depan.
Selain Bitcoin, altcoin pun juga memiliki potensi menarik. "Kekuatan harga altcoin-altcoin seperti di sektor AI dan RWA khususnya dalam beberapa hari terakhir ini, menyoroti kepercayaan diri investor yang cukup tinggi di sektor-sektor strategis tersebut,” ujarnya.
Selanjutnya: Hampir Setengah Warga AS Nilai Defisit Perdagangan Jadi Krisis Nasional
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News