MOMSMONEY.ID - Fenomena September Effect yang merupakan mitos lama di Wall Street sejak puluhan tahun lalu, kerap menjadi periode paling lemah di pasar saham AS. Pola serupa juga terjadi di pasar aset kripto sejak 2013, meski dua tahun terakhir, kinerja pada September anomali naik.
Ketegangan September 2025 ini semakin terasa, sebab pada 17 September mendatang, bank sentral AS atau Federal Reserves akan menentukan arah suku bunga. Konsensus pasar hampir bulat memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Fahmi Almuttaqin, Crypto Analyst Reku, menilai skenario tersebut kemungkinan sudah di-priced in oleh para pelaku pasar sejak berminggu-minggu lalu. Artinya, risiko “sell the news” bisa jadi akan cukup besar, khususnya jika nada The Fed tetap hawkish dengan menekankan bahwa inflasi belum sepenuhnya terkendali.
Bagi pasar aset kripto, kombinasi September Effect dan keputusan The Fed menjadi ujian besar.
Performa harga saat ini yang masih relatif stagnan dengan beberapa koreksi minor dalam beberapa pekan terakhir, membuat kapitalisasi pasar kripto global saat ini masih berada di
sekitar US$ 3,96 triliun, di bawah angka pada 11 Agustus yang sebesasr US$ 4,06 triliun.
"Namun, indeks Fear & Greed berada di level 49, menunjukkan pasar masih netral, belum optimistis, tapi juga tidak panik," jelas Fahim dalam keterangan tertulis, Rabu (10/9). Ini berbeda dengan situasi pada 11 Agustus lalu di mana indeks berada di angka 70, yang mengindikasikan kondisi greed atau cukup optimis.
Baca Juga: Fenomena September Effect, Bagaimana Nasib Aset Kripto?
Selain itu, menurut Fahmi, yang lebih membedakan September tahun ini dengan periode historis sebelumnya adalah aliran dana besar dari investor institusional melalui ETF spot.
Aliran dana masuk yang stabil sepanjang tahun telah memberi pondasi lebih kuat bagi harga Bitcoin dan Ethereum, sehingga penurunan harga relatif minor dan membuat Bitcoin mampu bertahan di atas US$ 100.000.
Strategi potensial
Bagi investor, kata Fahmi, September kali ini bukan semata soal hindari bulan sial. Justru yang lebih penting adalah disiplin strategi menghadapi kombinasi faktor musiman dan makroekonomi.
Salah satu strategi yang dapat dioptimalkan investor selain investasi rutin atau dollar cost averaging (DCA), yaitu memanfaatkan strategi Crypto Futures, yang memungkinkan investor meraih keuntungan saat kondisi pasar naik maupun turun. Namun, investor perlu menyesuaikan jumlah leverage sesuai risiko masing-masing, serta mengaktifkan stop-loss agar menjaga fluktuasi harga.
Baca Juga: Ini 5 Kripto Top Gainers di Pasar yang Cenderung Turun 24 Jam Terakhir
Selain itu, investor perlu memperhatikan proyeksi perkembangan inflasi serta pandangan The Fed ke depan, yang bisa menjadi cara mengelola risiko dengan tetap menjaga eksposur terhadap peluang kenaikan harga.
"Aset dengan katalis yang kuat seperti Bitcoin dan Ethereum masih bisa jadi pilihan bagi traders momentum,” saran Fahmi.
Bagi investor jangka panjang, September hanyalah satu bulan dalam siklus panjang. Jika suku bunga global terus turun hingga 2026, aset yang cukup berisiko seperti kripto dan
saham AS, besar kemungkinan tetap akan menjadi pemenang utama.
Ditaksir Bitcoin masih bisa menguji level psikologis baru untuk mencetak new all time high, khususnya jika tren pemangkasan suku bunga berlanjut. Sementara Ethereum punya katalis dari penguatan ekosistem rollups dan adopsi institusi seperti tren DATs (Digital Asset Treasury companies).
Selanjutnya: Indonesian Finance Minister Plans to Use State Funds to Boost Banking Liquidity
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News