InvesYuk

MMI Jelaskan Faktor Ketidakpastian Dari Penerapan Kebijakan Resiprokal Trump

MMI Jelaskan Faktor Ketidakpastian Dari Penerapan Kebijakan Resiprokal Trump

MOMSMONEY.ID - Manulife Investment Management berpandangan efek yang Indonesia terima dari kebijakan resiprokal Presiden Donald Trump berfokus pada tiga kemungkinan faktor ketidakpastian yang bisa terjadi. 

Rabu (9/4), kebijakan tarif imbal balik atawa tarif resiprokal Presiden Donald Trump pada puluhan negara mulai berlaku. Freddy Tedja Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) dalam keterangan tertulis, Selasa (8/4) mengatakan pengumuman tarif Donald Trump bisa menimbulkan faktor-faktor ketidakpastian baru di pasar global. 

Pertama, apakah kebijakan tarif akan bersifat permanen atau hanya sebagai metode untuk mendorong negara-negara ke meja negosiasi dengan AS?

Kedua, seberapa besar risiko pembalasan atau retaliasi tarif dari negara lain, yang tidak mau bernegosiasi?

Ketiga, dan yang terpenting, bagaimana dampak kebijakan tarif terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi di tengah kompleksnya rantai pasok perdagangan dunia?

"Ketiga hal tersebut masih akan menjadi tanda tanya besar dalam waktu dekat," kata Freddy. 

Baca Juga: Donald Trump Klaim AS Memperoleh Rp 33,936 Triliun Per Hari dari Tarif

Pada dasarnya tarif bersifat seperti pajak yang berimbas negatif pada pertumbuhan ekonomi dan dapat mendorong inflasi jangka pendek. Berdasarkan konsensus Bloomberg, probabilitas resesi AS setahun ke depan meningkat menjadi 30%, dibandingkan 20% di awal tahun 2025, mengindikasikan kekhawatiran pasar terhadap dampak negatif tarif terhadap pertumbuhan ekonomi. 

Namun di sisi lain, ekspektasi pasar terhadap pemangkasan Fed Funds Rate di 2025 juga menjadi lebih agresif sebanyak 4 kali pemangkasan dari sebelumnya hanya 2 kali, mengindikasikan harapan pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral untuk mendukung ekonomi. 

Walau demikian, Ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan bahwa The Fed tidak akan terburu-buru bereaksi terhadap tarif, dan fokus kebijakan The Fed adalah menjaga ekspektasi inflasi jangka panjang.

Untuk Indonesia sendiri, dampak langsung tarif AS diperkirakan relatif terbatas dibanding negara lain. Walaupun Indonesia terkena tarif resiprokal cukup tinggi,  ekspor Indonesia ke AS hanya 10% dari total ekspor Indonesia di 2024, atau 2.2% dari PDB, dibandingkan negara lain yang lebih terekspos terhadap ekspor ke AS seperti Vietnam (33% dari PDB), Malaysia (13% dari PDB), atau Thailand (13% dari PDB). 

Di sisi lain, dampak secara tidak langsung dari melambatnya pertumbuhan ekonomi global, risiko inflasi, ketidakpastian bagi dunia usaha, keyakinan konsumen, dan arah kebijakan suku bunga menjadi faktor-faktor yang dapat lebih berdampak pada ekonomi.

Baca Juga: Trump Ancam TSMC Bakal Kena Pajak Hingga 100% Jika Tidak Segera Bangun Pabrik di AS

Dalam jangka pendek, volatilitas pasar diperkirakan masih akan tetap tinggi menantikan perkembangan negosiasi tarif serta dampak tarif terhadap laporan keuangan emiten, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Walau demikian pembalikan sentimen dapat terjadi sewaktu-waktu, berkaca dari periode awal tarif terhadap Kanada dan Meksiko di Februari dan Maret 2025, di mana Presiden Donald Trump dapat dengan cepat menunda implementasi tarif sehingga mengangkat sentimen di pasar.  

Dalam kondisi seperti ini, penting bagi investor untuk memiliki portofolio yang terdiversifikasi, dan memastikan adanya aset-aset yang likuid, sehingga dapat menjaga volatilitas portofolio dan memanfaatkan potensi pembalikan sentimen di pasar yang masih sangat dinamis.

Selanjutnya: ADB: Ekonomi Asia Pasifik Tertekan Kebijakan Tarif Impor Tinggi Donald Trump

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News