MOMSMONEY.ID - Tepat satu tahun lalu, Pemerintah Republik Indonesia sudah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Namun, beleid ini minim implementasi di lapangan masih berjalan.
Tubagus Haryo Karbyanto, Public Health Advocate & Penggiat Kebijakan Pengendalian Tembakau dan Pangan Sehat dari FAKTA Indonesia menyebutkan, jika beleid tersebut tidak berjalan, maka ada risiko kesehatan yang akan ditanggung jutaan anak di Indonesia.
“Setiap hari keterlambatan ini berarti satu hari tambahan bagi anak-anak kita terekspos pada racun nikotin dan produk makanan serta minuman tinggi gula, garam, dan lemak yang semuanya terbukti meningkatkan risiko penyakit tidak menular dan menggerus produktivitas jangka panjang bangsa,” kata Tubagus secara tertulis, Jumat (25/7).
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif di Indonesia telah melampaui 70 juta jiwa. Lebih mengkhawatirkan lagi, prevalensi perokok usia 10–18 tahun mencapai 7,4%, atau hampir 6 juta anak dan remaja yang telah terpapar nikotin sejak dini.
Baca Juga: Koalisi Pengendalian Tembakau Desak Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Rokok di 2026
Di saat bersamaan, pengguna rokok elektronik meningkat signifikan, kini mencapai 6,9 juta orang, mayoritas dari kalangan remaja dan dewasa muda yang menjadi sasaran pemasaran produk ini melalui rasa, aroma, dan iklan digital yang agresif.
Di sisi lain, pola konsumsi makanan dan minuman tidak sehat pun semakin mengkhawatirkan. Produk tinggi gula, garam, dan lemak, terutama dalam bentuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang berkontribusi besar terhadap epidemi penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung.
Sayangnya, kebijakan yang mendukung seperti cukai MBDK, peringatan dan pelabelan gizi frontal (FOPL), serta pembatasan iklan dan distribusi, belum dijalankan secara sistematis.
“sejatinya PP 28/2024 sesungguhnya telah memberikan dasar hukum yang sangat kuat. Regulasi ini melarang iklan dan penjualan produk tembakau dalam radius tertentu dari sekolah dan tempat bermain anak, menetapkan batas usia pembelian minimum 21 tahun, serta mendorong pengendalian pangan tidak sehat melalui instrumen fiskal dan pelabelan,” terang Tubagus.
Namun semua ketentuan ini akan sia-sia jika hanya berhenti di atas kertas. Untuk itu, Tubagus mengimbau pemerintah segera mengesahkan peraturan teknis turunan dan melakukan penegakan hukum secara konsisten. “ Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan harus mendorong percepatan cukai MBDK dan peringatan pelabelan nutrisi yang jelas dan efektif,” kata Tubagus.
Selanjutnya: Airlangga Pastikan Diskon PPN DPT 100% Diperpanjang Sampai Akhir 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News