MOMSMONEY.ID - Fenomena September Effect di mana performa pasar saham keuangan loyo, pun terjadi di pasar aset kripto. Fenomena September Effect merupakan pola musiman yang didukung data historis.
Fahmi Almuttaqin, Crypto Analyst Reku, mengungkapkan bahwa Bitcoin, yang dikenal dengan volatilitasnya, menunjukkan pola serupa. Sejak 2013, data historis mencatat rata-rata return Bitcoin pada September cenderung negatif.
Tapi, yang menarik, dalam dua tahun terakhir, September memberikan return positif bagi Bitcoin maupun Ethereum, meskipun masih menjadi bulan dengan rata-rata return historis
terburuk bagi Bitcoin sejauh ini.
Fenomena September Effect banyak dikaitkan dengan beberapa faktor seperti likuiditas global yang mengetat setelah musim panas. Bulan September sering bertepatan dengan momentum ekonomi krusial, seperti rilis data ekonomi penting dan keputusan kebijakan suku bunga The Fed yang monumental.
"Hal ini seringkali memicu volatilitas pasar dan membuat investor lebih konservatif," beber Fahmi dalam siaran pers, Selasa (2/9).
Baca Juga: Harga Emas Dunia Perpanjang Rekor All Time High, Solid di atas US$ 3.500
Selain itu, September adalah akhir dari kuartal ketiga. Banyak investor institusional dan manajer investasi melakukan rebalancing portofolio untuk mengamankan keuntungan (profit taking) atau memangkas kerugian (tax-loss selling) sebelum akhir tahun fiskal. Tindakan ini, menurut Fahmi, biasanya menciptakan tekanan jual yang signifikan di pasar.
September Effect juga sudah menjadi pengetahuan umum, ekspektasi negatif dari para investor justru memperkuat tren tersebut. Banyak pelaku pasar yang percaya bahwa
pasar akan turun, sehingga mereka mulai menjual aset, dan pada akhirnya, membuat penurunan harga benar-benar terjadi.
Dinamika unik 2025: Ada potensi reli?
Tahun ini, kata Fahmi, situasi pasar global memiliki dinamika unik. Pasar kripto, khususnya Bitcoin dan Ethereum, mendapatkan dukungan kuat dari arus dana institusional seperti melalui instrumen ETF Spot yang terus menarik minat investor besar.
Suplai uang pada indikator US M2 Juli yang dirilis 26 Agustus lalu, juga kembali meningkat menyentuh angka tertinggi baru sepanjang masa. Hal ini dapat mendukung optimisme investor terhadap aset berisiko seperti saham AS dan kripto, terlebih apabila The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan FOMC pertengahan September nanti.
Baca Juga: 5 Aturan Emas Warren Buffett untuk Menghindari Jebakan Keuangan
Meskipun September Effect merupakan pola historis, Fahmi mengingatkan agar investor tidak bisa hanya mengandalkan tren ini. Pelajaran terpenting adalah untuk selalu mengedepankan manajemen risiko yang solid.
Alih-alih panik atau mengambil keputusan jual secara impulsif, strategi yang dapat dilakukan investor yaitu memantau faktor fundamental dan makroekonomi untuk mengambil keputusan investasi yang lebih bijaksana. Pola musiman hanyalah salah satu dari sekian banyak indikator yang harus dipertimbangkan dalam strategi investasi.
"Diversifikasi portofolio seperti dengan mengkombinasikan ekuitas seperti saham dan aset kripto juga menjadi salah satu alternatif yang bisa dieksplorasi,” saran Fahmi.
Bagi investor yang lebih konservatif dan baru mulai mengeksplorasi pasar kripto, aset-aset dengan kapitalisasi pasar terbesar seperti Bitcoin, Ethereum, XRP atau Solana, menjadi
beberapa opsi menarik untuk dieksplorasi lebih jauh.
Apalagi, periode pasar saat ini cenderung lebih volatil di mana rotasi kapital pada altcoins cenderung lebih dinamis dan aset-aset besar tersebut dapat memiliki ketahanan lebih tinggi. Apabila sentimen bullish berkembang, menurut Fahmi, koin-koin tersebut biasanya menjadi pilihan utama para investor besar.
Selanjutnya: IHSG Menguat 1,08% ke 7.885 pada Rabu (3/9/2025), INCO, PGAS, SMGR Top Gainers LQ45
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News