MOMSMONEY.ID - Kemajuan teknologi mempermudah siapa saja berinvestasi. Kini, cukup dengan ponsel dan koneksi internet, berinvestasi saham, reksadana maupun aset lainnya, bisa dilakukan dari mana saja.
Namun, kemudahan ini diiringi dengan meningkatnya risiko penipuan berkedok investasi. Fenomena penipuan sering kali menyasar masyarakat melalui pesan pribadi, grup WhatsApp, hingga promosi masif di media sosial seperti Facebook. Pelaku memanfaatkan minimnya literasi keuangan untuk mengelabui korban dengan iming-iming keuntungan besar dalam waktu singkat.
Direktur Retail Markets & Technology BNI Sekuritas, Teddy Wishadi, mengungkapkan bahwa banyak penipu kini menyasar calon investor dengan cara yang makin canggih dan terorganisir.
Baca Juga: Tiga Perilaku Bias yang Harus Dihindari dalam Berinvestasi, Agar Mental Sehat
Beberapa modus yang kerap digunakan antara lain:
1. Promosi yang “Too Good to Be True” di media sosial atau aplikasi pesan instan
Penipu kerap kali membuat iklan berbayar atau unggahan menarik di media sosial atau grup aplikasi pesan instan seperti Facebook, Instagram dan Telegram. Iklan tersebut menjanjikan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat, lengkap dengan testimoni dan visual profesional yang menyesatkan.
2. Kontak langsung melalui DM atau WhatsApp
Setelah tertarik dengan promosi, calon korban biasanya akan dihubungi oleh akun yang mengaku sebagai perwakilan perusahaan sekuritas. Pelaku biasanya sangat persuasif dan meyakinkan, bahkan menggunakan logo dan nama institusi resmi.
3. Mengaku sebagai karyawan perusahaan tertentu
Modus lain yang sering muncul adalah pelaku yang mengklaim sebagai karyawan resmi, namun tidak dapat memberikan bukti identitas yang sah. Tanda-tanda mencurigakan bisa berupa alamat email yang tidak resmi, akun media sosial palsu, atau nomor WhatsApp pribadi.
4. Meminta data pribadi atau akses akun
Beberapa pelaku mencoba mendapatkan informasi sensitif seperti data KTP, kode OTP, atau akses ke akun finansial. Data ini kemudian disalahgunakan untuk mengakses atau mencuri dana dari akun korban.
5. Modus mengulur waktu demi meningkatkan jumlah deposit
Oknum penipu biasanya terus menjanjikan keuntungan besar tanpa pernah memberikan bukti nyata. Mereka cenderung menunda-nunda dengan berbagai alasan, sambil terus mendorong korban untuk menambah jumlah deposit yang disetorkan.
Baca Juga: Harga Emas Melorot karena Kabar Gencatan Senjata Israel-Iran
Menurut Teddy, langkah awal untuk berinvestasi dengan aman adalah memahami bahwa tidak ada keuntungan besar tanpa risiko. Edukasi keuangan dan verifikasi informasi adalah dua hal krusial yang harus dilakukan setiap calon investor.
“Investasi bukan sekadar mengejar keuntungan, tapi juga soal memahami risiko dan memilih platform yang kredibel. Jangan pernah menyerahkan dana sebelum melakukan pengecekan menyeluruh terhadap legalitas dan sumber informasi,” katanya, mengutip artikel yang dirilis Senin (23/6).
Nah, agar terhindar dari penipuan berkedok investasi, Tedy menyarankan beberapa langkah berikut:
1. Jangan tergiur tawaran imbal hasil tinggi dalam waktu cepat.
2. Verifikasi identitas pihak yang menghubungi Anda, termasuk email, nomor, dan akun media sosial.
3. Jangan membagikan data pribadi, kode OTP, atau informasi login ke siapa pun.
4. Hindari melakukan transaksi ke rekening pribadi atau yang tidak tercantum di situs resmi.
5. Datangi kantor cabang untuk informasi yang lebih kredibel.
6. Laporkan aktivitas mencurigakan ke pihak berwenang atau layanan pelanggan BNI Sekuritas.
Teddy bilang, berinvestasi secara digital menawarkan banyak kemudahan, tetapi juga memerlukan kewaspadaan ekstra. "Jangan hanya fokus pada potensi keuntungan, pastikan setiap langkah yang Anda ambil didasari informasi yang valid dan kontak resmi. Investasi yang cerdas dimulai dari keputusan yang aman dan terinformasi,” tukasnya.
Selanjutnya: Kurs Rupiah Berbalik Menguat Tajam Terhadap Dolar AS, Selasa (24/6)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News