MOMSMONEY.ID - Studi terbaru Hakuhodo International Indonesia melalui Sei-katsu-sha Lab mengungkap adanya pergeseran nilai dan pola konsumsi masyarakat kelas menengah di Indonesia dalam menjalani kehidupan.
Studi ini melibatkan 600 responden di delapan kota serta 20 home visit di tiga kota besar, yakni Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah (middle class) di Indonesia menurun dari 57,3 juta jiwa menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024.
Padahal, segmen ini memiliki peran penting terhadap perekonomian nasional. Jika digabungkan dengan kelompok menuju ke kelas menengah (aspiring middle) class, kedua segmen ini mencakup 66,35% populasi Indonesia dan menyumbang sekitar 81,49% konsumsi domestik.
Baca Juga: Cara Cek BSU BPJS Ketenagakerjaan November 2025, Begini Penjelasan Kemnaker
Group CEO Hakuhodo International Indonesia sekaligus Head of Sei-katsu-sha Lab, Devi Attamimi, menjelaskan bahwa perilaku konsumsi kelas menengah kini tidak lagi berorientasi pada status sosial, melainkan berfungsi sebagai cara bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi.
“Mereka tidak lagi buy-in buat flexing, tidak lagi membeli untuk sekadar menunjukkan gaya hidup naik kelas,” ujar Devi usai peluncuran hasil studi berjudul Navigating the In Between - Living as Indonesian Middle Class di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Sebanyak 90% responden menyebut kualitas produk yang konsisten menjadi alasan utama mereka setia pada sebuah merek.
Sementara itu, 70% merasa terhubung dengan merek yang mampu meningkatkan suasana hati, menandakan bahwa kedekatan emosional kini menjadi faktor penting dalam loyalitas konsumen.
Meski daya beli terbatas, banyak responden tetap menyisihkan sebagian pendapatan untuk kebutuhan “mental therapy” seperti hobi, hiburan, atau waktu pribadi.
Baca Juga: Cara Cek Gaji YouTuber Favoritmu di Tahun 2025, Yuk Intip Rahasianya!
Bahkan, 60% mengaku rutin memberi hadiah kecil untuk diri sendiri sebagai bentuk menjaga keseimbangan mental di tengah tekanan hidup.
Menurut Devi, perubahan nilai ini terjadi karena tekanan ekonomi yang memaksa masyarakat untuk beradaptasi.
“Manusia adalah makhluk yang paling adaptif. Dengan adanya limitasi dan tekanan, kelas menengah mau tidak mau harus meriorientasikan cara mereka melihat hidup. Kalau masih memakai cara pandang lama, mereka tidak akan bisa bertahan,” jelasnya.
Ia mencontohkan, satu dekade lalu banyak keluarga kelas menengah rela menomorduakan kebutuhan dasar demi memiliki barang bermerek, seperti ponsel terbaru, demi terlihat ‘naik kelas’. Namun kini, pola itu mulai ditinggalkan.
“Kalau dulu mereka sacrifice hal-hal penting supaya terlihat upgraded, sekarang mereka lebih realistis dan fokus pada apa yang benar-benar dibutuhkan,” tambah Devi.
Lebih lanjut, Devi menegaskan bahwa pergeseran ini bukan berarti masyarakat kelas menengah meninggalkan gaya hidup (lifestyle). Namun, motivasinya berubah.
Baca Juga: Prediksi Qarabag FK vs Chelsea Rabu (6/11): The Blues Siap Sapu Bersih Kemenangan!
“Dulu mereka konsumsi untuk menunjukkan identitas bahwa mereka punya upgraded lifestyle. Sekarang, gaya hidup itu dijalani agar tetap bisa merasakan feel good experience,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya bagi merek untuk memahami motivasi dan prioritas baru konsumen ini.
“Komunikasi brand tidak lagi relevan jika hanya menjual citra keren. Kini, mereka mencari reason to grow, alasan untuk merasa berkembang bersama brand yang mereka pilih,” ujar Devi.
Menurutnya, ukuran keberhasilan kampanye juga ikut berubah.
“Sekarang bukan lagi soal share of voice, tapi share of impact. Apakah brand benar-benar memberi dampak positif bagi konsumen,” katanya.
Devi menutup dengan analogi bahwa kelas menengah kini berada pada fase kedewasaan baru yang disebut sebagai grown-up middle class.
“Kalau dulu mereka seperti anak muda yang berpikir untuk terlihat sekarang, kini mereka sudah sampai di tahap mencuri makna, lebih memprioritaskan esensi dibanding tampilan,” pungkasnya.
Selanjutnya: KUR BRI November 2025: Cicilan Mulai Rp 21 Ribuan, Yuk Lihat Simulasi dan Syaratnya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News