Bugar

Jumlah Penderita Kanker Serviks dan Payudara Meningkat, Ini Penyebab Kenaikannya

Jumlah Penderita Kanker Serviks dan Payudara Meningkat, Ini Penyebab Kenaikannya

MOMSMONEY.ID - Berikut ini penyebab penderita kanker serviks dan payudara meningkat di Indonesia.

Tak banyak yang tahu bahwa penyakit kanker serviks dan payudara itu dapat berakibat fatal jika tak ditangani cepat.

Kementerian Kesehatan mencatat, keterlambatan diagnosis akan penyakit kanker dapat menyebabkan kematian.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti mengungkapkan, setidaknya ada 21.000 angka kematian karena terlambat mendiagnosis penyakit kanker.

"Sementara 70% pasien yang datang yang terdiagnosis kanker sudah dalam tahap stadium lanjut," kata Eva dalam acara lokakarya APAC WCC di Jakarta, Rabu (8/11).

Kenaikan angka kematian karena penyakit kanker juga disebabkan beberapa faktor. Di antaranya rendahnya kesadaran, stigma, dan kurangnya akses terhadap layanan skrining, diagnosis, pengobatan, dan perawatan yang berkualitas dan tepat waktu.

Seringkali terlambat didiagnosis, kanker payudara dan serviks menyebabkan biaya langsung dan tidak langsung terkait perawatan kesehatan, mengakibatkan beban yang lebih berat bagi pasien, dan berakhir dengan angka kematian yang lebih tinggi.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bilang Kementerian Kesehatan berfokus pada tiga jenis kanker utama di Indonesia yakni kanker serviks dan kanker payudara pada wanita dan kanker paru pada pria hingga tahun mendatang.

Skrining dan deteksi dini memainkan peran penting untuk memastikan peluang hidup yang lebih tinggi bagi pasien kanker.

Baca Juga: Sebab Kelenjar Getah Bening Bengkak, Gejala, dan Cara Mengatasi

"Oleh karena itu, kami terus mendorong upaya skrining, deteksi dini, pengobatan yang tepat bagi pasien kanker. Kami menargetkan 80 persen dari pasien kanker dapat melakukan deteksi dini sehingga mendapatkan pengobatan lebih cepat," papar Menkes Budi.

Di Indonesia, kejadian kanker payudara diperkirakan akan meningkat sebesar 25,9% antara tahun 2020 dan 2030 dengan angka kematian sebesar 29,4 persen.

Di sisi lain, kejadian kanker serviks diperkirakan meningkat sebesar 25,8% dan angka kematian 33,9% pada periode yang sama.

Dalam lokakarya tersebut, juga dipaparkan sebuah laporan bertajuk “Impact and opportunity: the case for investing in women’s cancers in Asia Pacific”, yang dipublikasikan oleh Economist Impact, disusun oleh APAC WCC dan didukung oleh Roche. 

Omair Azam, Associate Director di Crowell & Moring International (CMI), salah satu organisasi pendiri APAC WCC, menuturkan, laporan ini meneliti kesenjangan pada kesiapan penanggulangan kanker yang menyerang wanita di tingkat nasional. 

Omar bilang, Indonesia memiliki skor yang berkisar dari rendah hingga sedang di lima kategori penilaian. Sebagian besar ruang perbaikan berada pada kategori terkait kebijakan dan perencanaan, pencegahan dan skrining, serta diagnostik dan kapasitas sumber daya.

"Kita dapat mengatasi kesenjangan ini dan melakukan perbaikan dengan mengambil pendekatan kolaboratif dari seluruh ekosistem layanan kesehatan," katanya.

"Ini akan bermanfaat bagi ratusan ribu wanita di Indonesia yang sudah terdampak oleh kanker, dan diharapkan akan membantu melindungi lebih banyak wanita dari ancaman kanker di tahun mendatang," jelasnya.

Baca Juga: Sudah Pernah Coba? Ini Loh 6 Manfaat Minum Kombucha Buat Kesehatan

Eva Susanti menambahkan, untuk penyakit kanker serviks merupakan kanker yang dapat dicegah melalui vaksinasi, skrining, dan pengobatan yang tepat.

Melalui skrining dan tindak lanjut yang sesuai, kanker serviks dan kanker payudara dapat dicegah atau dideteksi secara dini, sehingga dapat meningkatkan kelangsungan hidup bagi pasien.

"Mulai tahun ini, Kementerian Kesehatan mulai menggunakan tes HPV DNA sebagai alat skrining kanker serviks di provinsi DKI Jakarta, dan akan diperkenalkan di 16 provinsi di Indonesia mulai tahun depan," sebutnya.

"Berdasarkan penilaian teknologi kesehatan, kita mempelajari bahwa penerapan tes HPV DNA bersama dengan IVA (co-testing) lebih hemat biaya. Sensitivitas tes HPV DNA yang tinggi juga lebih baik untuk skrining kanker serviks dan selaras dengan pedoman WHO," imbuh dia.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menyampaikan, untuk mengendalikan kasus kanker, layanan promosi, pencegahan, skrining dan konsultasi dalam Program JKN diperkuat. 

Sehingga, bukan hanya peserta yang sakit saja yang dapat memanfaatkan layanan JKN, tetapi juga yang sehat dapat memanfaatkannya. Skrining riwayat kesehatan adalah langkah pertama mendeteksi risiko penyakit.

Tidak hanya kuratif dengan memberikan penjaminan untuk pengobatan, BPJS Kesehatan juga menyediakan layanan promotif preventif untuk mencegah dan mendeteksi dini penyakit katastropik, termasuk kanker.

"Bagi wanita ada Program IVA atau papsmear untuk mendeteksi kanker serviks yang dapat diperoleh di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sesuai ketentua," kata Ghufron. 

"Ada pula skrining riwayat kesehatan pada Aplikasi Mobile JKN yang apabila hasilnya menunjukkan risiko tinggi, peserta bisa mendapatkan konsultasi di FKTP tempat peserta terdaftar," tambah dia.

"Bersama, kita bisa membuka jalan menuju masa depan di mana kanker tidak lagi menjadi ancaman bagi begitu banyak nyawa," tutur Aryanthi Baramuli Putri, Chairperson dari Indonesian Cancer Information and Support Center Association (CISC).

Selanjutnya: Bank Sampoerna Telah Salurkan Kredit Rp 11,3 Triliun Hingga September 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News