MOMSMONEY.ID - Saban hari, sampah terus dihasilkan tanpa dikelola dengan benar dan langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Indonesia. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat Indonesia memproduksi sampah mencapai 56,64 juta ton per tahun. Namun, hanya 22,09 juta ton yang terkelola.
Joe Hansen, Cofounder dan CEO Jangjo, mengatakan, penyebab masalah sampah di Indonesia tidak kunjung selesai karena masyarakat Indonesia pada umumnya hanya mengetahui sampah hanya bisa dibuang. Sistem yang berjalan selama ini, masyarakat hanya dimintai biaya atau pungutan angkut sampah.Tidak heran, jadinya sampah hanya diangkut dan dibuang menumpuk ke TPA.
Padahal, idealnya permasalahan sampah bisa berkurang jika sampah tersebut tidak hanya diangkut, melainkan dikelola dalam rantai ekonomi sirkular.
Untuk mengelola sampah tentu diperlukan biaya. Joe mengatakan hasil riset yang ia lakukan, di negara yang sukses mengelola sampah, menerapkan biaya sampah yang terbagi menjadi dua, biaya angkut dan biaya olah sampah.
Baca Juga: Sampah Makin Menggunung, Gencar Perluas Layanan
Biaya angkut dan olah sampah akan dipakai untuk membayar jasa olah sampah yang disediakan oleh perusahaan pengelola sampah. Di Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang kelola sampah adalah Jangjo. Startup yang bergerak sejak 2019 ini memiliki solusi inovatif dalam mengelola sampah menjadi suatu barang yang bernilai dan bermanfaat.
Jangjo menghadirkan pengelolaan sampah yang terintegrasi yang dinamakan dengan JOWI Integrated System. Landasan perusahaan ini berdiri berdasar pada kondisi keterbatasan lahan tempat pemrosesan akhir di Indonesia yang sudah tidak sehat dan berfungsi optimal. Jangjo juga hadir untuk menyediakan solusi kelola sampah yang tidak bernilai menjadi memiliki nilai ekonomi.
"Kalau kita telaah, sampah di bantar gebang atau TPA kebanyakan tinggal sampah yang tidak bernilai, sementara sampah yang bernilai seperti botol PET dan sejenisnya sudah banyak diangkut oleh pemulung, atau masyarakat pisahkan dan jual sendiri," kata Joe.
Dalam prosesnya, Jangjo mengelola sampah dari pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, apartemen, hotel dan lainnya. Baik sampah organik dan non oragnik dari gedung-gedung tersebut Jangko angkut dan olah dengan teknologi mesin pengelola sampah yang Jangjo buat sendiri. Sejauh ini yang sudah menjadi klien Jangjo diantaranya, Plaza Indonesia, Grand Hyatt, Mal Kota Kasablanka, Mal Fx, Blok M, Gandaria City dan lainnya.
Baca Juga: Bank Sampah Sekolah dan Aksi Bersih Sungai Jadi Langkah Wings Peduli Tekan Polusi
Joe mengatakan mesin pengelola sampah Jangjo dirancang khusus dan disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia dalam membuang sampah yang hanya dibedakan dari sampah organik dan non oragnik.
Mesin pengelola sampah Jangjo juga dirancang ringkas (compact) yang hanya membutuhkan tempat seluas sekitar 2.000 meter persegi sudah bisa mengelola hingga 50 ton sampah.
Joe mengatakan mesin pengelola sampah milik Jangjo juga tidak hanya mengelola sampah menjadi Refuse Derived Fuel, yaitu bahan bakar alternatif yang dibuat dari sampah yang telah diolah dan dikeringkan. Sementara, untuk sampah organik atawa sampah resto diolah menjadi pakan maggot.
Selain itu, Joe juga tengah mengembangkan mesin pengelola sampah yang dapat mengubah sampah plastik dan bungkus aluminium menjadi material, seperti papan kayu.
Dia mengatakan dari hasil olahan yang Jangjo buat sudah memiliki pasarnya dan berpotensi memberikan profit kepada bisnis Jangjo.
Oleh sebab itu, Joe mengingatkan masyarakat jangan pesimis dan kehilangan semangat untuk memperbaiki permasalahan sampah di Indonesia. "Jangan mikir masalah sampah di Indonesia tidak akan selesai, harapan Indonesia untuk bebas dari sampah masih ada, jangan hilang semangat untuk peduli sampah, tindakan kecil akan sangat berarti," imbuh Joe.
Selanjutnya: PPATK Bakal Blokir Sementara Rekening Nganggur, Begini Respons Bank
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News