Keluarga

Ini Hambatan Nyata Kepemimpian Perempuan di Indonesia

Ini Hambatan Nyata Kepemimpian Perempuan di Indonesia

MOMSMONEY.ID - Berikut ini sejumlah tantangan yang menciptakan medan yang tidak seimbang bagi perjalanan kepemimpinan perempuan di Indonesia. 

Meskipun terdapat laporan yang menunjukkan kemajuan dalam hal keragaman gender, penelitian Center for Creative Leadership (CCL) mengungkapkan kenyataan yang memprihatinkan.

Yaitu, bias tersembunyi dan tekanan masyarakat masih ada, sehingga menciptakan lapangan kerja yang tidak setara bagi perempuan dalam kepemimpinan. 

Hal ini tidak hanya membatasi potensi mereka, tetapi juga menghambat kesuksesan organisasi.

Melalui laporan penelitian Elevate the System dari CCL terdapat lima hal penting yang mendukung berbagai manfaat bisnis dan sosial dari inklusi dan kesetaraan yang tinggi di kalangan perempuan. 

Mengungkap kesenjangan tersembunyi: Kesempatan yang tidak setara dan hambatan internal

Berdasarkan 2024 World Economic Forum (WEF) report, meskipun telah mencapai beberapa kemajuan dalam menutup kesenjangan gender selama bertahun-tahun dengan skor keseluruhan 68,6%, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Seperti Singapura (74,4%) dan Vietnam (71,5%).

Indonesia kini berada di peringkat ke-100 dalam indeks kesenjangan gender global, turun 13 peringkat dibandingkan tahun 2023.

Baca Juga: Biar Surprise, Coba Lakukan Gender Reveal Party Pakai Cara Ini

Pendekatan ‘kulit bawang’ untuk mengatasi dilema ekuitas

Perhatian yang cukup belum diberikan pada tiga lapisan fundamental ketidaksetaraan gender: keamanan, pemberian gaji, dan pengembangan. Lapisan demi lapisan tersebut dapat dilihat seperti mengupas kulit bawang. 

Berdasarkan laporan CCL “Elevate the System”, meskipun 68% pemimpin percaya akan adanya peluang pengembangan yang setara pada perempuan dan laki-laki (lapisan luar), ternyata jika dilihat pada lapisan lebih dalam, sebanyak 55% mengakui ada kesenjangan gaji berdasarkan gender, dan 42% mengakui adanya pelecehan terkait gender. 

"Dengan menangani setiap lapisan tersebut, organisasi dapat berupaya menutup kesenjangan kesetaraan gender," ungkap Diana Khaitova, Regional Head of Client Development, APAC, Center for Creative Leadership (CCL) dalam keterangan tertulis, Kamis (25/7). 

"Kesetaraan menumbuhkan keaslian, rasa memiliki, dan harga diri, serta memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat," ujarnya.

Lebih lanjut, laporan yang sama mengidentifikasi dua faktor hambatan utama bagi perempuan dalam kepemimpinan adalah aktor penarik (internal) dan faktor pendorong (eksternal).

Faktor-faktor ini menciptakan medan yang tidak seimbang bagi perjalanan kepemimpinan perempuan. Tantangan pertama adalah harapan sosial terhadap perilaku perempuan yang dapat diterima dan tanggung jawab keluarga. 

Sebanyak 82% perempuan, dibandingkan dengan 71% laki-laki, menyatakan harapan untuk mengambil tanggung jawab keluarga lebih besar menjadi tantangan terbesar dalam kemajuan karier perempuan.

Persentase 82% responden perempuan di Indonesia ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata regional sebesar 78%.

Baca Juga: Kesetaraan Gender Masih Terjadi bagi Pemimpin Perempuan

Kedua, isu-isu sistematis di dalam organisasi juga menjadi penghalang. Kurangnya kebijakan kerja yang fleksibel, budaya yang berpusat pada laki-laki, proses seleksi kepemimpinan yang bias, serta kurangnya peluang pengembangan formal dan informal menciptakan tantangan bagi kedua gender. 

Namun, perempuan sering kali mengalami rintangan ini secara lebih signifikan di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam laporan WEF 2024 yang sama, di mana Indonesia berada di peringkat ke-89 dunia dalam hal Partisipasi dan Kesempatan Ekonomi.

Estimasi pendapatan perempuan di Indonesia pun hanya setengah dari pendapatan laki-laki, dan representasi mereka di posisi legislatif, pejabat senior, dan manajerial adalah 46,3%.

Ketiga, kurangnya sistem dukungan keluarga yang kuat dapat menghambat kemajuan karir perempuan. Hal ini termasuk kurangnya kesadaran akan bias dalam unit keluarga dan kurangnya dukungan dari pasangan laki-laki.

Terakhir atau keempat, faktor internal, atau faktor pendorong, juga berperan yang dapat membatasi kepercayaan diri, ketidaknyamanan dalam mengadvokasi diri sendiri, mencari dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk berhasil, dan membatasi keinginan perempuan untuk mengejar peran kepemimpinan.

Organisasi perlu mengenali semua faktor ini untuk secara efektif mendukung perjalanan perempuan menuju posisi kepemimpinan.

Baca Juga: L'Oreal Soroti Ruang Kerja Inklusif Bagi Pekerja Perempuan

Fenomena Double Bind dan Double Flex Phenomena

Situasi ini menjadi semakin kompleks bagi para pemimpin perempuan yang menghadapi Double Bind. Mereka dievaluasi berdasarkan standar kepemimpinan tradisional yang maskulin, sehingga membuat mereka memiliki pilihan yang terbatas terlepas dari kinerja mereka. 

Menyesuaikan diri dengan ekspektasi tradisional ini dapat membuat mereka terlihat sebagai “perempuan yang tidak baik,” sementara mengadopsi pendekatan yang lebih kolaboratif dapat menimbulkan persepsi bahwa mereka adalah “pemimpin yang tidak baik.”

Tantangan ini terlihat jelas dalam rumah tangga dengan karir ganda di Indonesia, di mana perempuan sering mengambil peran yang berlebihan, yang menyebabkan kelelahan dan mengesampingkan kepemimpinan.

Ekspektasi masyarakat juga memiliki peran yang signifikan - 73% perempuan Indonesia merasa terhalang oleh hal ini, dibandingkan 60% laki-laki. Di Singapura, 80% perempuan berbanding 35% laki-laki mengakui adanya hambatan ini.

Kesepakatan yang jelas tentang rumah tangga yang saling memimpin dan sistem pendukung sangat penting untuk membuka potensi kepemimpinan perempuan.

Pemimpin perempuan perlu menuntut lebih banyak

Untuk mencapai kemajuan karier, para pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan, memprioritaskan kursus dan bimbingan (masing-masing 95% dan 90%) dibandingkan pengalaman kerja yang menantang untuk pengembangan karier.

Namun, penelitian CCL melihat ada jalur yang berbeda menuju kesuksesan: pengalaman yang menantang seperti penugasan di luar negeri sangat penting, yang mencerminkan aturan 70-20-10 (di mana 70% bobot diberikan pada pengalaman yang menantang). 

Ketidaksesuaian ini menciptakan kesenjangan gender dalam peluang yang ditawarkan. Laki-laki lebih sering ditawari kesempatan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti promosi, pelatihan, dan penugasan ke luar negeri, yang dianggap penting untuk kemajuan karir.

Sebaliknya, perempuan sering kali ditawari jadwal kerja yang fleksibel, yang bermanfaat bagi para ibu muda tetapi pada akhirnya menghambat jalan mereka menuju peran kepemimpinan.

Baca Juga: Dukung Perempuan dalam Berkarier, Ini Upaya Jobstreet Dorong Penerapan Fair Hiring

Perempuan tidak boleh mengubah jati dirinya

Pemikiran bahwa perempuan perlu mengubah cara mereka mencapai kesuksesan sering kali mengabaikan hambatan-hambatan sistemik yang menghambat mereka.

Beban yang tidak seimbang dari tanggung jawab merawat di rumah, yang semakin berat selama pandemi, menciptakan ketegangan besar antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang menghalangi kemajuan karier mereka. 

Meskipun ada upaya sungguh-sungguh untuk menghindari diskriminasi, kemajuan yang nyata memerlukan perubahan besar-besaran dalam sistem.

Ini termasuk mengatasi ketidakadilan yang terus-menerus dalam promosi, peluang pelatihan, dan penugasan di luar negeri yang saat ini lebih mendukung laki-laki.

Mengingat bahwa peran laki-laki dan perempuan saling terkait, pendekatan yang mewujudkan kesatuan sangat penting untuk mencapai perubahan yang bermakna.

Berikut adalah cara organisasi dapat menciptakan lapangan yang setara:

  • Mengukur perwakilan perempuan secara menyeluruh: Lampaui kuota dan pertimbangkan metrik partisipasi yang lebih luas. 
  • Bangun aliansi laki-laki: Tingkatkan kesadaran di antara sekutu laki-laki tentang tantangan yang dihadapi pemimpin perempuan dan tawarkan dukungan. 
  • Meningkatkan para juara: Berikan penghargaan kepada mereka yang mempromosikan pemimpin perempuan di forum yang berdampak besar.
  • Berinvestasi dalam pengembangan kepemimpinan: Sertakan program sponsorisasi yang terstruktur bersama mentoring.

"Meskipun laporan kami berasal dari Asia Pasifik, temuan-temuannya juga berlaku secara global," kata Diana.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, organisasi dapat menciptakan sistem yang memberdayakan dan mendukung para pemimpin perempuan, membuka potensi penuh mereka dan menuai manfaat dari tim kepemimpinan yang benar-benar beragam.

Sementara itu, dengan mengadopsi model kemitraan, baik di tempat kerja maupun di rumah, akan memberdayakan individu untuk menentukan peran mereka sesuai dengan kekuatan dan aspirasi mereka.

"Pendekatan ini meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja, kepuasan, ketahanan, dan kinerja," imbuh Diana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News