Pendidikan

Hardiknas Momentum untuk Membuat Kebijakan dan Perlindungan Hak Anak serta Guru

Hardiknas Momentum untuk Membuat Kebijakan dan Perlindungan Hak Anak serta Guru

MOMSMONEY.ID -  Dalam momentum Hari Pendidikan Nasional 2025, FAKTA Indonesia menyoroti berbagai tantangan dalam sistem pendidikan nasional yang masih belum stabil dan berkelanjutan. Alih-alih memperkuat fondasi pendidikan, pergantian kebijakan yang sering terjadi justru menciptakan ketidakpastian bagi tenaga pendidik dan peserta didik.

Tubagus Haryo Karbyanto, Sekretaris Jenderal FAKTA Indonesia bilang ada empat persoalan mendasar yang perlu diperhatikan pada Hardiknas. Pertama, instabilitas kebijakan: gagal menjamin kepastian dan keadilan. Prinsip-prinsip utama kebijakan publik seperti stabilitas, keberlanjutan (sustainability), dan evidence-based policy nyaris terabaikan. Setiap pergantian rezim di Kementerian Pendidikan cenderung diiringi pergantian kurikulum, orientasi kebijakan, bahkan sistem penilaian. Hal ini tidak hanya membingungkan para tenaga pendidik dan siswa, tapi juga membuktikan bahwa pendidikan kita belum diperlakukan sebagai sistem yang harus dibangun secara berjenjang dan konsisten lintas periode pemerintahan.

Kedua, polemik gratifikasi, kekerasan, dan pelecehan seksual dalam dunia pendidikan. Kasus dugaan gratifikasi, korupsi dalam proyek pendidikan, hingga citra guru yang tercoreng oleh segelintir oknum semakin menjauhkan dunia pendidikan dari nilai-nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi. Yang lebih memprihatinkan, angka kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk di jenjang perguruan tinggi, terus bermunculan tanpa mekanisme pencegahan dan penanganan yang sistematis. Prinsip good governance dan public accountability menjadi sangat mendesak untuk ditegakkan dalam sistem pendidikan kita.

Baca Juga: Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025, Sebarkan Ucapan & Download Twibbon Hardiknas

Ketiga, masalah ijazah tak tuntas dan ketidakjelasan administratif. Persoalan administratif seperti ijazah yang belum diterbitkan, status pendidikan yang tidak valid, dan minimnya akses transparansi pelayanan pendidikan masih membelenggu hak-hak peserta didik, terutama di wilayah tertinggal. Hal ini mencederai prinsip right-based approach dan akses yang adil terhadap layanan publik.

Keempat, kesejahteraan guru, termasuk guru honorer, di tengah tuntutan profesionalisme dan peningkatan kualitas, kesejahteraan guru, khususnya guru honorer, masih jauh dari memadai. Tanpa kepastian status dan penghidupan yang layak, sulit berharap guru menjadi ujung tombak transformasi pendidikan nasional.

Untuk itu, Teubagus bilang ada tujuh rekomendasi FAKTA Indonesia: "Pemerintah harus memastikan bahwa prinsip-prinsip dasar pendidikan nasional bersifat trans-regim atau lintas pemerintahan. Kurikulum, sistem evaluasi, dan metode pembelajaran harus berbasis bukti, evaluasi menyeluruh, dan konsisten dengan kerangka jangka panjang," katanya.

Kedua, penguatan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan di dunia pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian PPPA serta Ombudsman perlu menyusun sistem pelaporan terpadu dan akuntabel terkait kekerasan dan pelecehan seksual, termasuk memastikan tersedianya unit layanan perlindungan anak dan perempuan di seluruh institusi pendidikan.

Ketiga,  reformasi tata kelola dan pengawasan pendidikan. Diperlukan audit publik terhadap proyek dan anggaran pendidikan, serta peningkatan kapasitas pengawasan oleh masyarakat, termasuk Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.

Keempat, percepatan digitalisasi dan transparansi administratif. Pemerintah harus membangun sistem pelayanan pendidikan digital yang mudah diakses oleh peserta didik dan orang tua, termasuk validasi data ijazah dan status pendidikan.

Baca Juga: Ujian Nasional Versi Baru, Cek Mata Pelajaran yang Diujikan di Jenjang SD, SMP, SMA

Kelima, kesejahteraan dan kepastian status guru honorer. Pemerintah perlu menepati janji pengangkatan guru honorer menjadi ASN secara bertahap dengan sistem merit dan akuntabel. Peningkatan tunjangan dan perlindungan sosial bagi guru juga harus menjadi prioritas.

Keenam, perlindungan terhadap paparan zat adiktif di lingkungan pendidikan. FAKTA Indonesia menyoroti masih lemahnya implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan larangan iklan, promosi, serta sponsor (termasuk CSR) dari industri rokok di lingkungan satuan pendidikan. Padahal, prinsip perlindungan anak dari zat adiktif seperti yang diatur dalam UU Perlindungan Anak maupun PP No. 109/2012 serta PP No. 28/2024 menuntut sekolah menjadi ruang aman dan bebas intervensi industri berbahaya. Sayangnya, masih ditemukan sekolah yang menjadi sasaran kegiatan CSR dari industri rokok, serta paparan iklan yang berdekatan dengan sekolah.

"Terakhir, isu gizi dan konsumsi tidak sehat dalam program makan siang gratis. Menyambut kebijakan makan siang gratis yang digalakkan pemerintah, FAKTA Indonesia menekankan pentingnya pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) di lingkungan pendidikan. Tanpa regulasi dan edukasi gizi yang memadai, program makan siang gratis berpotensi memperburuk prevalensi obesitas, hipertensi, dan diabetes di kalangan anak. Kebijakan publik yang berpihak pada kesehatan harus mengedepankan prinsip promotif dan preventif, termasuk dalam pengadaan pangan sehat yang bergizi seimbang di satuan pendidikan," tambahnya.

FAKTA Indonesia menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya soal teknis kurikulum atau sistem ujian, melainkan tentang hak asasi manusia untuk memperoleh pembelajaran yang bermutu, aman, dan manusiawi. Kami mendesak agar pemerintah, para pendidik, orang tua, dan peserta didik bersama-sama mendorong stabilitas sistem pendidikan yang berkeadilan dan berorientasi pada masa depan bangsa.

Baca Juga: Susunan Upacara Hari Pendidikan Nasional 2025 dari Kemendikdasmen dan Aturannya

Selanjutnya: IHSG Menguat pada Perdagangan Jumat (2/5) Pagi, ISAT, ANTM, CTRA Top Gainers LQ45

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News