MOMSMONEY.ID - Fakta petisi online yang menuntut pembatalan Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 menjadi viral dan telah diteken oleh lebih dari 100 ribu warganet.
Melansir dari laman Stekom, munculnya petisi ini menjadi gambaran keresahan nyata para pelajar. Cek fakta dan solusi atas polemik pendidikan nasional ini!
Kebijakan mengenai Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 yang mendadak telah menyulut protes keras dari berbagai penjuru.
Ribuan tanda tangan telah membanjiri platform daring untuk mendukung petisi yang menuntut agar TKA dibatalkan atau setidaknya ditunda.
Petisi ini, yang diprakarsai oleh seorang pelajar dengan nama samaran “Siswa Agit,” menjadi representasi nyata dari tekanan psikologis dan minimnya kesiapan yang dirasakan oleh mayoritas siswa SMA dan MA di seluruh Indonesia.
Siswa dan pihak sekolah merasa terkejut dengan pengumuman yang disampaikan hanya dalam hitungan minggu sebelum jadwal pelaksanaan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai implementasi kebijakan pendidikan yang dinilai tergesa-gesa dan kurang matang.
“Keputusan TKA secara mendadak sangat disayangkan karena dapat memicu kecemasan tinggi dan mengganggu fokus belajar siswa di tengah persiapan ujian akhir,” kutip laman Stekom.
Untuk mencapai keberhasilan seleksi yang adil dan berkualitas, pentingnya menekankan pentingnya transparansi, sosialisasi yang memadai, serta feedback dari pihak yang paling terdampak.
Baca Juga: 7 Sumber Uang Digital dari HP Jadi Penghasilan Tambahan yang Aman
Mengapa TKA 2025 dianggap belum siap dan mendesak dibatalkan?
Tuntutan pembatalan TKA 2025 bukan sekadar penolakan ujian, melainkan kritik terhadap proses pengambilan kebijakan yang terkesan mengabaikan realita lapangan.
Ada empat poin utama yang menjadi dasar penolakan, yang semuanya berakar pada ketidaksiapan sistem dan mental:
- Sosialisasi minim dan mendadak: Informasi resmi dan panduan teknis baru dikeluarkan menjelang hari-H, membuat siswa dan guru tidak punya cukup waktu untuk memahami format soal yang baru.
- Perubahan teknis yang berulang: Adanya perubahan mendadak pada kisi-kisi dan panduan teknis menciptakan kebingungan, khususnya bagi sekolah yang berada di daerah dengan keterbatasan informasi.
- Jadwal pelaksanaan terlalu padat: Waktu pelaksanaan TKA dianggap terlalu mepet dengan jadwal ujian sekolah lainnya, menambah beban stres akademik pada siswa.
- Ketidakmerataan akses daring: Pelaksanaan ujian secara daring (online) berpotensi menimbulkan ketidakadilan karena masalah akses internet dan ketersediaan perangkat yang belum merata di seluruh Indonesia.
Tuntutan utama petisi: Dialog terbuka dan penundaan
Tuntutan inti dari petisi ini adalah desakan agar pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek dan Pusat Asesmen Pendidikan (Pusmendik), membatalkan atau menunda pelaksanaan TKA yang sedianya dijadwalkan pada 3–9 November 2025.
Di samping itu, petisi juga meminta pemerintah untuk tidak mengulang kesalahan yang sama di masa depan. Mereka menuntut adanya dialog terbuka dan masukan yang komprehensif dari perwakilan siswa, guru, dan aktivis pendidikan sebelum menerapkan sistem evaluasi berskala nasional.
Hal ini krusial untuk memastikan bahwa kebijakan pendidikan benar-benar berpihak kepada siswa.
Baca Juga: 10 Kebiasaan Mental yang Memastikan Anda Sukses Finansial Jangka Panjang
Dampak dan harapan: Suara siswa harus didengar
Dukungan publik yang mencapai lebih dari 100 ribu tanda tangan adalah bukti bahwa isu TKA 2025 telah menyentuh aspek kepercayaan dan keadilan dalam sistem pendidikan.
Para pelajar Indonesia dari usia 18 tahun ke atas ingin sistem pendidikan yang transparan dan tidak menekan mental mereka dengan perubahan yang terburu-buru.
Meskipun pejabat internal menyebut TKA bertujuan menilai kemampuan berpikir logis dan akademik, banyak pengamat pendidikan meminta agar pemerintah bersikap bijak.
Penundaan dianggap sebagai langkah terbaik untuk mematangkan kesiapan teknis sekolah, serta memberi waktu adaptasi yang cukup bagi siswa.
Gelombang penolakan ini menjadi pelajaran penting bahwa kebijakan terbaik adalah yang mempertimbangkan kesiapan psikologis dan infrastruktur pendidikan di seluruh negeri.
Petisi Pembatalan TKA 2025 bukan sekadar seruan, melainkan simbol perlawanan damai yang menuntut agar suara siswa dan guru didengar oleh birokrasi.
Kegelisahan ini harus segera direspons oleh pemerintah dengan tanggapan resmi yang jelas, transparan, dan berempati. Masa depan pendidikan Indonesia ditentukan oleh proses evaluasi yang adil, bukan yang terburu-buru.
Dalam petisi tersebut, semua berharap Kemendikbudristek segera meninjau ulang kebijakan ini, demi menjaga kualitas mental dan pendidikan generasi penerus bangsa.
Bagaimana, apakah kamu setuju dengan petisi ini? Semoga mendapat jawaban atau solusi yang terbaik.
Selanjutnya: Brawijaya Hospital Taman Mini Hadir, Dorong Masyarakat Lebih Peduli Kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News