MOMSMONEY.ID - Yuk simak tingkat fatalitas antara kasus Covid-19 dengan Mycoplasma pneumoniae!
Seperti diketahui, Mycoplasma Pneumoniae, yang melanda Tiongkok Utara dan mayoritas menyerang anak-anak, telah terdeteksi di Indonesia. Hal ini dikonfirmasi oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu.
Saat itu di Jakarta terdeteksi 6 kasus Mycoplasma Pneumoniae. Dari 6 pasien yang terkonfirmasi 3 pasien menjalani rawat inap pada 12 Oktober dan 25 Oktober, sementara 3 pasien lainnya menjalani rawat jalan pada November lalu.
Baca Juga: Jauh dari Keluarga, Tiru 6 Cara Atasi Kesepian saat Hari Natal Tiba Menurut Psikolog
Dirjen Maxi menyampaikan, seluruh pasien yang terinfeksi Mycoplasma Pneumonia adalah anak-anak berusia 3-12 tahun. Gejala awal yang paling umum ditemukan, yakni panas dan batuk, sesak ringan, hingga sulit menelan.
Bersamaan dengan itu, terjadi juga lonjakan Covid-19 di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 6 Desember 2023, rata-rata kasus harian COVID-19 bertambah sebanyak 35-40 kasus.
Sementara, pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit tercatat antara 60-131 orang. Dengan tingkat keterisian rumah sakit saat ini sebesar 0,06% dan angka kematian 0-3 kasus per hari.
Kenaikan kasus ini didominasi oleh subvarian Omicron XBB 1.5 yang juga menjadi penyebab gelombang infeksi COVID-19 di Eropa dan Amerika Serikat. Selain varian XBB Indonesia juga sudah mendeteksi adanya subvarian EG2 dan EG5.
Meskipun ada kenaikan, namun kasus ini masih jauh kebih rendah dibandingkan saat pandemi yang mencapai 50.000 sampai 400.000 kasus per minggu.
Melansir Kementerian Kesehatan, Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo dr. Nastiti Kaswandani menegaskan bahwa tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan tingkat fatalitas karena COVID-19.
“Apabila dibandingkan dengan COVID-19, tingkat keparahan maupun kematian akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah hanya 0,5% sampai 2%, itu pun pada mereka dengan komorbiditas,” kata dr. Nastiti.
Maka dari itu, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sering disebut sebagai walking pneumonia. Sebutan itu lantaran gejalanya cenderung ringan sehingga pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit dan cukup melakukan rawat jalan.
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Prof. Erlina Burhan menyebut bahwa pneumonia akibat bakteri mycoplasma sebenarnya bukanlah penyakit baru. Bakteri penyebab peradangan akut pada paru ini telah ditemukan dari lama, bahkan sejak periode 1930-an.
Baca Juga: Ini Ciri-ciri & Gejala Anak Terkena Pneumonia, Penyakit yang Serang Pernapasan
Namun, belakangan menjadi perhatian dan kewaspadaan dunia lantaran bakteri Mycoplasma pneumoniae diduga telah menyebabkan kenaikan kasus pneumonia di Tiongkok Utara dan Eropa yang mayoritas menyerang anak-anak.
Prof Erlina mengatakan karena bukan penyakit baru, pengobatan untuk Mycoplasma pneumoniae tidak susah dicari karena dapat ditemukan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS.
Prof Erlina mengatakan yang terpenting saat ini adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Menurutnya, hal tersebut adalah kunci utama pencegahan penyakit ini.
Selain itu, menurut Prof Erlina, masyarakat juga perlu mengikuti prosedur kesehatan seperti yang direkomendasikan WHO dan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) untuk menurunkan risiko penyakit pernapasan.
Rekomendasi itu di antaranya melakukan vaksinasi terutama pada anak-anak, menjaga jarak dengan orang sakit, tidak bepergian saat sakit, pergi ke dokter dan mendapatkan perawatan bila dibutuhkan, memakai masker, memastikan kualitas ventilasi baik dan rutin cuci tangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News