MOMSMONEY.ID - Bitcoin mencetak rekor tertinggi baru atau all time high di tengah memanasnya kondisi politik di Washington dan kebuntuan anggaran pemerintah federal Amerika Serikat. Harga Bitcoin meroket menembus US$ 126.000, rekor tertinggi dalam siklus bullish saat ini.
Mengutip coinmarketcap.com, Selasa (7/10) dini hari, Bitcoin mencapai US$ 126.198, rekor all time high, sebelum melandai di US$ 124.615 pada pukul 08.37 WIB.
Dalam 24 jam terakhir, harga kripto pemegang market cap terbesar ini masih naik 0,44%.
Fahmi Almuttaqin, Crypto Analyst Reku, mengatakan bahwa lonjakan harga tersebut tak lepas dari aliran dana masuk besar ke ETF Bitcoin spot AS.
Dalam periode perdagangan 1-3 Oktober, tercatat aliran dana masuk ke instrumen ETF Bitcoin spot mencapai lebih dari US$ 2,28 miliar, mengacu data Coinglass.
"Artinya rata-rata terdapat total lebih dari US$ 762 juta net buy Bitcoin dari para investor tradisional AS setiap hari dalam tiga hari perdagangan terakhir,” jelas Fahmi mengutip siaran pers, Senin (6/10).
Baca Juga: Bitcoin Capai ATH US$125.000, Ini Cara Investasi Aset Kripto Resmi untuk Pemula
Yang menarik, kata Fahmi, reli ini justru muncul di tengah kondisi shutdown pemerintah AS yang kini memasuki minggu kedua. Dengan lembaga pemerintah dan rilis data ekonomi tertunda, sebagian investor memandang keadaan ini sebagai pemicu impuls likuiditas positif, yang dapat menjadi landasan bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter di sisa tahun ini.
Pasar tampak menilai bahwa shutdown tidak akan berlangsung lama atau menimbulkan risiko ekonomi sistemik. "Sentimen “no data, no problem” mencerminkan optimisme investor bahwa ketiadaan rilis data makro dapat memperkuat peluang The Fed melanjutkan pelonggaran suku bunga,” bebernya.
Namun, Fahmi bilang, di sisi lain, kekuatan pasar di tengah penundaan rilis data ekonomi resmi menciptakan risiko mispricing di mana pasar bisa terlalu optimistis tanpa dasar data aktual. Apabila laporan lapangan kerja yang tertunda nanti menunjukkan pelemahan tajam atau inflasi meningkat signifikan, aksi profit taking bisa meningkat.
Potensi Bitcoin menuju US$ 165.000
Bagi pasar kripto, menurut Fahmi, tren bisa tetap positif dalam jangka pendek, karena penurunan yield dan likuiditas dollar cenderung memperkuat aset berisiko seperti Bitcoin dan altcoin dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang besar.
“Namun, jika shutdown berkepanjangan memicu PHK sektor publik besar-besaran, risiko arus kas keluar dari pasar mungkin juga dapat meningkat,” jelasnya.
Baca Juga: Morgan Stanley: Maksimal 4% Kripto di Portofolio Opportunistic
Terlepas dari itu, optimisme terhadap potensi berlanjutnya reli yang ada saat ini masih cukup tinggi. Analisis JPMorgan terhadap Bitcoin yang dirilis baru-baru ini, berbasiskan metode perbandingan volatilitas terhadap emas, menyebutkan bahwa BTC diprediksi masih memiliki ruang kenaikan lanjutan sekitar 40% menuju US$ 165.000.
Meski begitu, Fahmi menilai, reli agresif tanpa dukungan fundamental yang kuat berpotensi memicu koreksi tajam. Jika dorongan aliran dana melemah, atau jika shutdown AS berkepanjangan hingga memicu tekanan fiskal dan sosial, dan inflasi naik lebih tinggi dari ekspektasi, pasar bisa bergeser ke mode risk-off.
Dalam skenario seperti itu, Fahmi menaksir, level support psikologis di US$ 100.000 akan menjadi area harga yang krusial.
Investor pemula dapat mempertimbangkan strategi diversifikasi seperti berinvestasi pada beberapa aset kripto dengan potensi pertumbuhan yang menarik.
Selanjutnya: Volatilitas Harga Batubara Dunia Masih Menekan Prospek Bisnis dan Saham PTBA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News