MOMSMONEY.ID - Harga Bitcoin kian menjauh dari target level psikologis US$ 100.000. Koreksi harga selama empat hari beruntun menyebabkan BTC membukukan penurunan harga terbesar selama periode kemenangan Donald Trump sebagai presiden AS.
Mengutip coinmarketcap.com, Rabu (27/11) pukul 17.05 WIB, harga Bitcoin dibanderol US$ 93.414, turun 0,25% daam 24 jam terakhir.
Selama empat hari terakhir, harga kripto pemegang kapitalitasi pasar terbesar ini sudah merosot 8% dari puncak tertingginya yang mencapai US$ 99.655 pada 23 November lalu.
Noelle Acheson, penulis buletin "Crpto is Macro Now", seperti dilansir Bloomberg, Selasa (26/11), mengatakan bahwa kesulitan dalam menembus level US$ 100.000 untuk pertama kalinya, bikin para pedagang meyakini bahwa puncak harga Bitcoin sudah terjadi dan keuntungan harus direalisasikan.
Mata uang kripto juga menghadapi gelombang penghindaran risiko setelah Trump mengguncang pasar dengan janji untuk menerapkan tarif tambahan terhadap China dan negara tetangganya, Kanada dan Meksiko. Saham goyah, sedangkan dollar AS menguat, sebagai sinyal kehati-hatian investor.
Orang-orang mencari alasan untuk mengambil keuntungan. "Namun, kami masih yakin sentimen pasar yang positif saat ini akan berlanjut hingga tahun 2025," taksir Adrian Przelozny, Kepala eksekutif bursa Kripto Independent Reserve, mengutip Bloomberg, Selasa (26/11).
Trump berjanji menjadikan AS sebagai rumah global bagi aset kripto, dengan mendorong regulasi yang mendukung serta membuat cadangan Bitcoin nasional. Namun, masih ada pertanyaan seberapa cepat Trump dapat memebuat perubahan dan kelayakannya.
Dalam catatan penelitian Jaret Seiberg, analis TD Cowen, disebutkan bahwa presiden terpilih setelah pelantikannya pada 20 Januari nanti, akan segera mengendalikan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC). Hal itu akan menjadi sinyal positif dalam hal pelonggaran penegakan kripto dan memfasilitasi jalur kepatuhan.
Trump, yang dulunya skeptis terhadap kripto, berubah menjadi pendukung setelah perusahaan aset digital menggelontorkan banyak uang selama masa kampanye pemilu untuk mempromosikan kepentingan mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News