MOMSMONEY.ID - Otot dollar AS semakin kekar. Sore ini, rupiah kembali tak berdaya melawan mata uang greenback, setelah kemarin sempat menguat.
Mengutip data Bloomberg, di pasar spot, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mendaki ke Rp 16.260 per dollar AS, naik 81 poin atau 0,50% dibandingkan penutupan kemarin. Mata uang Garuda terdepak ke posisi terlemah sejak April 2020 silam.
Ibrahim Assuaibi, analis pasar forex dan Direktur Laba Forexindo Berjangka, menilai penguatan dollar AS terjadi karena beragam data ekonomi AS tidak banyak menggoyahkan pandangan bahwa perekonomian masih dalam kondisi yang kuat. Dus, ini menunjukkan Federal Reserve kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga acuan hingga akhir tahun ini.
Komentar Presiden Fed New York John Williams yang mengatakan tidak ada kebutuhan mendesak untuk menurunkan suku bunga saat ini mengingat kekuatan perekonomian, turut membantu mengangkat dollar. Presiden Fed New York selalu menjadi pemilih di komite penetapan kebijakan bank sentral.
Data ekonomi AS yang kuat dan inflasi yang masih panas, telah mendorong investor untuk secara drastis memikirkan kembali kemungkinan The Fed menurunkan suku bunganya dalam waktu dekat.
Baca Juga: Halving Segera Terjadi, Tren Harga Bitcoin Akan Naik atau Turun?
Di samping itu, dollar AS yang berstatus sebagai mata uang safe haven, juga menguat di tengah memanasnya eskalasi Iran Israel. Situasi di Timur Tengah menjadi fokus pasar setelah laporan ledakan di Iran. Berbagai laporan media, termasuk dari kantor berita Iran, menyebutkan ledakan di beberapa wilayah Iran, Suriah dan Irak. Menurut beberapa outlet berita AS, para pejabat AS mengatakan bahwa Israel telah melakukan serangan balik terhadap Iran.
Yang menjadi perhatian khusus adalah ledakan di kota Isfahan, di dekat beberapa fasilitas nuklir Iran. Iran pada awal pekan ini telah memperingatkan Israel agar tidak menyerang situs nuklirnya, dan bahkan mungkin mempertimbangkan kembali pembuatan senjata nuklir dalam skenario seperti itu.
Dari dalam negeri, menurut Ibrahim, Bank Indonesia (BI) memastikan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan tetap terjaga, di tengah dampak konflik geopolitik antara Iran-Israel. Bank sentral menegaskan bahwa ekonomi Indonesia termasuk salah satu negara emerging market yang kuat dalam menghadapi dampak rambatan global akibat ketidakpastian penurunan Fed Fund Rate (FFR) dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Hal ini ditopang oleh kebijakan moneter dan fiskal yang pruden dan terkoordinasi erat.
Untuk memperkuat ketahanan dari sentimen eksternal, komitmen kuat Bank Indonesia untuk stabilisasi nilai tukar menjadi bagian penting. Demikian pula pengelolaan aliran portofolio asing yang ramah pasar, termasuk operası moneter yang pro-market dan terintegrasi dengan pendalaman pasar uang, dapat mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Kelanjutan Serangan Israel ke Iran Jadi Penggerak Harga Emas Spot
Demi mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, BI akan melakukan sejumlah langkah antisipatif. Di antaranya menjaga kestabilan rupiah melalui keseimbangan supply-demand valas di market melalui triple intervention, khususnya di spot dan DNDF (Domestic Non Deliverable Forward).
Kemudian, BI akan meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong capital inflow, seperti melalui daya tarik SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) dan hedging cost, serta melakukan koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder terkait.
Maka, Ibrahim memprediksi, pada perdagangan Senin (22/4) depan, pergerakan USD/IDR akan fluktuatif. Namun, rupiah berpotensi ditutup menguat terhadap USD direntang Rp 16.210-Rp 16.300 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News