MOMSMONEY.ID - Sejalan dengan kelahiran metaverse, dunia marketing juga beranjak ke era Marketing 6.0. Lalu, apa sih Marketing 6.0 menurut Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, dan Iwan Setiawan?
Dalam World Marketing Forum ke-2 yang diadakan di Ubud, Bali, awal Oktober lalu, pemikiran ini sedikit dituangkan. Konsep Marketing 6.0 ala Philip Kotler ini kemudian dijelaskan oleh CEO Marketeers Iwan Setiawan.
Pada dasarnya, konsep marketing 6.0 didasari pada multichannel marketing, omnichannel marketing, dan meta-marketing.
Baca Juga: Penyebab Kanker Tulang pada Anak yang Perlu Anda Ketahui
Apa Itu Marketing 6.0?
Menurut Iwan Setiawan dan Philip Kotler, Marketing 6.0 adalah era di mana brand akan menyediakan koleksi yang menghibur konsumen ketika ingin melarikan diri.
Lalu, menyediakan gamifikasi untuk menganjurkan hidup sehat sepert M2E (move-to-earn), dan toko yang membuat konsumen bisa merasakan produk sebagaimana ada secara fisik.
Itu tadi soal Marketing 6.0. Sementara metaverse bagi Philip Kotler terdiri dari 4 hal: internet of things (IoT) sebagai data capturing device, artificial intelligence (AI) sebagai data-analyzing device, blockchain sebagai data-storing device, dan virtual reality (VR) sebagai human-machine interface device.
Di industri pemasaran Marketing 6.0, brand di metaverse bisa memberikan petualangan, keuntungan dan kenyamanan yang segar bagi semua orang.
Kemudian, NFT sebagai situs perdagangan akan berfungsi sebagai cara baru untuk membuat kontrak dilengkapi dengan mata uang kripto sebagai alat pembayaran.
Lalu, akan ada virtual identity dan digital content akan digunakan brand untuk meningkatkan pendekatan humanis ke pelanggan.
Bagaimana perkembangan marketing menurut Philip Kotler?
Marketing 1.0 di masa lampau merupakan paradigma pemasaran yang hanya mengutamakan fitur produk bisnis (product-driven). Sementara Marketing 2.0 mengalihkan fokus pemasaran kepada aspirasi hingga selera konsumen (consumer-centric).
Lalu, Marketing 3.0 secara komprehensif meliputi kebutuhan masyarakat bukan hanya sebagai konsumen akan tetapi juga kesejahteraan komunitas dan kelestarian alam yang menaunginya.
Tiga versi marketing ini menunjukkan periode berlakunya paradigma pemasaran tradisional.
Sejalan berkembangnya teknologi informasi yang ditandai secara mencolok oleh pemakaian massal media sosial, versi Marketing 4.0 pun muncul.
Semakin maraknya pemakaian internet bagi segala aktivitas masyarakat, semakin gencar perhatian pegiat pemasar dalam menyusuri jejak-jejak digital para konsumen.
Baca Juga: Inilah 5 Penyakit yang Rentan Menyerang Paru-Paru
Dalam konteks ini, fitur CX (customer experience) pada akhirnya dicetuskan. Iwan Setiawan, CEO Marketeers, menjelaskan, fitur ini memuat lima elemen atau 5A: aware, appeal, ask, act, advocate.
Dengan demikian, fitur paradigma ini lebih detail dalam memperhatikan kebutuhan konsumen.
Meskipun versi 4.0 telah meliputi interaksi virtual sebagai medan pemasaran baru, pembaruan paradigma masih harus dicanangkan mengingat pesatnya pemutakhiran berbagai gadget yang ada.
Diresmikan pada 2020, Marketing 5.0 memadukan fitur CX dengan Next Tech. Ragam terobosan dalam teknologi seperti AI, otomatisasi robotika, IOT menyokong versi 5.0 sebagai acuan berpikir dan bertindak para pegiat pemasaran untuk menunjang pertumbuhan bisnis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News