Santai

Pakar UI Ungkap 5 Strategi Kendalikan Polusi Udara Bersumber Transportasi

Pakar UI Ungkap 5 Strategi Kendalikan Polusi Udara Bersumber Transportasi

MOMSMONEY.ID -  Transportasi merupakan salah satu kontributor utama polusi udara, termasuk transportasi darat. Menyadari hal ini, Profesor Research Center for Climate Change Universitas Indonesia, Budi Haryanto, mengungkapkan strategi untuk mengontrol polusi udara.

Baca Juga: Pengetatan Standar BBM Diperlukan untuk Kurangi Polusi Udara di Indonesia

Pertama, Budi menjelaskan, penggunaan kendaraan bermotor perlu diminimalkan.

“Karena sumbernya dari emisi kendaraan bermotor, ya penggunaan kendaraannya yang dikurangi,” katanya dalam diseminasi publik oleh WRI Indonesia di Jakarta, Kamis (15/5).

Selain itu, menurut Budi, kualitas bahan bakar yang digunakan juga berperan besar. Emisi tinggi sering kali dihasilkan dari bahan bakar berkualitas rendah.

“Oleh karena itu, peningkatan standar bahan bakar akan sangat membantu mengurangi polusi,” ujarnya.

Menurutnya, inisiatif seperti dari JETP (Just Energy Transition Partnership) yang mengalihkan kendaraan ke energi listrik juga merupakan solusi yang perlu didukung.

Kemudian, Budi bilang, teknologi mesin kendaraan juga perlu diperhatikan.

Baca Juga: 4 Masalah Kulit Ini Disebabkan oleh Polusi Udara yang Jarang Disadari

“Kendaraan-kendaraan lama yang teknologinya sudah tidak kompatibel dengan standar bahan bakar yang lebih bersih akan tetap menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna dan akhirnya mencemari udara,” kata Budi.

Tak hanya itu, lanjutnya, manajemen transportasi juga merupakan aspek yang krusial. “Salah satu fokusnya adalah tidak adanya atau minimalnya kemacetan,” imbuhnya.

Budi memaparkan, secara teori, pembakaran kendaraan bermotor akan sempurna di kecepatan 30-110 km/jam.

“Jadi, kecepatan di bawah 30 km tetap mengemisikan polutan, begitu juga dengan 110 km,” paparnya.

Ia juga merekomendasikan untuk memperbanyak Air Quality Monitoring System (AQMS). Lebih banyak AQMS, maka lebih baik untuk pemantauan kondisi polusi udara.

“Misal, di Tokyo itu ada sampai 100 lebih, di Tiongkok juga banyak sekali. Jadi, harus ada sebagai bentuk proteksi,” ujar Budi.

Baca Juga: Polusi Jakarta Tinggi padahal Sudah Musim Hujan, Ini Penjelasan BMKG

Selanjutnya: Starbucks Rayakan 23 Tahun di Indonesia, Tegaskan Komitmen pada Bisnis Kopi Lokal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News