HOME, BisnisYuk

Kisah Sukses Gunarto Ekspor Kelapa dari Purbalingga Sampai Amerika Serikat

Kisah Sukses Gunarto Ekspor Kelapa dari Purbalingga Sampai Amerika Serikat

MOMSMONEY.ID -  Gunarto (62) tak pernah menyangka, kepindahannya dari Solo ke Purbalingga membuat dirinya bisa menjadi eksportir. Tak tanggung-tanggung, Gunarto mengekspor puluhan ton bahkan sampai ratusan ton hasil bumi Banyumas ke berbagai negara terutama Amerika Serikat (AS). Pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Perindustrian itu berhasil ekspor gula kelapa sejak tahun 2002 silam.

Namun sebelum ekspor, ada belasan tahun lamanya Gunarto menjadi pedagang gula kelapa yang dihasilkan dari Kabupaten Purbalingga, Jawa tengah. Ia mengolah gula kelapa karena gula kelapa lebih sehat dari gula pasir yang ada di pasaran. “Karena indeks glikemiknya lebih rendah, baik bagi kesehatan,” kata Gunarto pemilik CV Bungapalm kepada Momsmoney, Senin (15/3).

Karena baik bagi kesehatan inilah, gula kelapa ini perlahan memiliki banyak penggemar. Namun demikian, permintaan gula kelapa juga datang dari industri. Seperti industri kecap manis, industri jamu dan juga industri minuman yang butuh pemanis gula kelapa. Mula-mula, kebanyakan warga Purbalingga memasok gula kelapa itu untuk industri kecap dengan harga rendah.

Baca Juga: Covid-19 Menginspirasi Arana Bike Mengolah Bambu Menjadi Sepeda

Melihat hal ini, Gunarto merasa sedih. Apalagi Ia menyaksikan sendiri bagaimana sulitnya penyadap mengambil nira dari kelapa. Selain sulit dijangkau karena pohon kelapa tinggi, penyadap juga memiliki risiko dalam menyadap gula tersebut. “Karena risiko tinggi, seharusnya gula kelapa mendapatkan harga yang wajar,” kata Gunarto.

Karena itulah, Gunarto kemudian mencoba memasarkan gula kelapa tersebut untuk segmen pasar non industri. Pertama-tama dia memasarkannya untuk buah tangan bagi pelancong ataupun pengunjung kota Purbalingga. Setidaknya, harganya bisa lebih baik daripada dijual ke produsen kecap.

Gunarto juga mengolah gula kelapa yang sudah dicetak itu menjadi gula kristal, sehingga bentuknya agak mirip dengan gula putih yang ada di pasaran. Meski berbeda, namun dari sisi khasiat dan kandungan, gula kelapa jauh lebih baik ketimbang gula kristal berbahan tetes tebu.

Baca Juga: Simak Peluang Bisnis Sedotan Ramah Lingkungan yang Digemari Para Turis

Karena tetap konsisten terus memasarkan gula kelapa, Gunarto bertemu dengan salah satu pembeli dari Amerika Serikat (AS). Pembeli gula kelapa asal AS itu membutuhkan gula kelapa dalam jumlah banyak untuk industri makanan dan minuman di AS. “Waktu itu pesanannya pernah 400 ton per bulan,” ujar Gunarto yang kini menjalankan bisnis gula kelapa itu bersama anaknya.

Pucuk dicinta ulampun tiba, pesanan dari AS tersebut langsung dipenuhi oleh Gunarto. Lancar pengiriman bulan pertama, pesanan di bulan kedua kembal datang dan seterusnya sampai hari ini. Sudah lebih dari 10 tahun lamanya, Gunarto rutin ekspor gula kelapa tersebut ke AS melalui orang lain.

“Selain ke AS, anak saya juga kadang dapat pesanan ke Singapura, Jepang dan negara lainnya. Tetapi jumlahnya memang tak sebanyak ke AS,” jelas Gunarto. Agar bisa ekspor, Gunarto kini sudah memiliki sertifikat organik yang dikeluarkan oleh otoritas AS, Jepang dan juga Eropa.

Baca Juga: Kisah Sukses BeeMa Honey Ekspor Madu ke Mancanegara

Selain itu, Gunarto juga sudah memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan juga izin produksi lainnya. Maka itulah, Gunarto juga kerap memasok kebutuhan gula kelapa di industri jamu Sido Muncul dan juga produsen minuman yang ada di Jawa Tengah.

Turun saat pandemi

Namun manis bisnis gula kelapa sedikit terasa hambar saat pandemi. Pesanan ekspor mengalami penurunan, khususnya ekspor ke AS. Jika sebelum pandemi Gunarto bisa mengirim 150 ton gula kelapa ke AS, saat pandemi ekspor itu hanya 80 ton per bulan. Dengan harga jual Rp 30.000 per kg, setidaknya Rp 2,4 miliar per bulan. Ini baru untuk ekspor ke AS saja.

Selain AS, Gunarto juga ekspor sekitar 55 ton gula kelapa ke negara lainnya seperti Singapura, Korea Selatan dan juga Jepang. Dari sisi margin, pasar ekspor memang lebih menjanjikan ketimbang untuk pasar dalam negeri yang harganya berkisar hanya Rp 20.000 – Rp 25.000 per kg. “Namun demikian, kami tetap melayani pasar dalam negeri kok,” kata Gunarto.

Baca Juga: Kisah Sukses BeeMa Honey Ekspor Madu ke Mancanegara

Untuk melayani pasar dalam negeri, Gunarto juga menerima pesanan dari pelanggan. Tetapi memang belum sampai berjualan secara online. Keterbatasan sumber daya, membuat Gunarto lebih fokus memasarkan untuk ekspor dan dalam jumlah besar. “Tapi jika ada yang menghubungi kami dan pesanan 1 kg, tetap kami layani,” katanya.

Agar bisa memenuhi permintaan dari konsumen, Gunarto memberdayakan 700 petani penyadap nira kelapa. Jika dihitung dengan keluarga mereka, ada ribuan orang yang bergantung dari bisnis nira kelapa tersebut. Gunarto menceritakan, produksi nira melimpah karena Sebagian besar penduduk di Purbalingga adalah menyadap nira.

Dalam proses pengolahan dan penyimpanan hingga distribusi, Gunarto mempekerjakan 15 orang yang bergantian berbagi tugas. Agar produksi nira bisa stabil, Gunarto juga ikut membantu petani dengan menyerahkan 12.000 bibit pohon kelapa kepada petani. “Pohon itu ditanam agar bisa menjadi sumber nira kelapa baru bagi petani penyadap,” tambah Gunarto yang kini sedang mencari mitra untuk menggarap pasar ritel di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News