MOMSMONEY.ID - Memasuki kuartal II 2025, pasar finansial global melemah tajam setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan rincian tarif resiprokal perdagangan untuk mitra-mitra perdagangannya. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memberikan pandangan mengenai efek tarif resiprokal AS tersebut.
Di awal April, bursa saham Shanghai, Tokyo, Sidney hingga Hong Kong turun drastis. Begitupun bursa saham Eropa. Hal tersebut menyusul kemerosotan saham global usai Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru antara 10%-46% di sebagian negara.
Namun, pergerakan bursa saham global masih belum pulih untuk waktu lama meski rencana pengenaan tarif sudah sering disampaikan sebelumnya.
Syuhada Arief, Senior Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengatakan dalam keterangan tertulis, Kamis (29/4), pasar memang masih bereaksi sangat negatif karena besaran tarif resiprokal ini ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan ekspektasi, yang didapatkan dari formula yang juga tidak umum digunakan.
Biasanya tarif resiprokal ditentukan berdasarkan selisih tarif perdagangan yang ada antar dua pihak atau dua negara, namun parameter yang digunakan AS kali ini adalah berdasarkan selisih defisit perdagangan.
Alhasil, semakin besar defisit perdagangan AS terhadap suatu negara, maka semakin tinggi juga negara tersebut terkena tarif resiprokal oleh AS.
Dengan kalkulasi tersebut, ada negara-negara yang terkena tarif sampai 49%, sehingga pasar khawatir pada potensi terjadinya disrupsi perdagangan global.
Baca Juga: China: Tunduk dengan Tarif Trump Sama Saja dengan Minum Racun
Resesi AS
Seiring memanasnya perang tarif, wacana mengenai potensi resesi di AS juga kembali mengemuka. Syuhada Arief mengatakan Di akhir 2024, terpilih kembalinya Donald Trump sebagai Presiden AS membawa narasi positif bagi ekonomi AS, didukung oleh harapan kebijakan yang pro-bisnis.
Namun memasuki 2025, harapan ini memudar digantikan kekhawatiran resesi yang justru mengemuka, seiring dengan bahwa perang tarif dapat berdampak pada kenaikan harga barang di AS, turunnya konsumsi, dan akhirnya memicu pelemahan pertumbuhan ekonomi di AS.
Tarik ulur negosiasi tarif resiprokal yang dijadwalkan berlangsung sepanjang kuartal kedua ini juga memperpanjang periode ketidakpastian, menjadi faktor yang dapat menambah hambatan pada roda ekonomi.
Jadi memang wajar jika berbagai lembaga merevisi naik probabilitas resesi AS 12 bulan ke depan. "Tetapi apakah resesi adalah suatu kepastian, itu yang kita tidak tahu," kata Syuhada.
Yang pasti, periode negosiasi 90 hari terkait tarif resiprokal adalah periode krusial yang menentukan ke mana arah perdagangan, inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi dunia akan dibawa.
"Kita harapkan semua pihak dapat bernegosiasi dengan kepala dingin," kata Syuhada.
Selanjutnya: Antisipasi Hujan di Daerah Ini, Simak Cuaca Besok (2/5) di Jawa Tengah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News