MOMSMONEY.ID - Ini alasan banyak anak muda lebih percaya tips finansial dari media sosial seperti TikTok dan YouTube dibanding penasihat keuangan profesional berpengalaman, simak.
Pernahkah kamu bertanya-tanya, kenapa anak muda zaman sekarang lebih memilih belajar keuangan dari media sosial ketimbang ke konsultan profesional?
Generasi Z (usia 18–28 tahun di 2025) tumbuh di era digital dengan akses informasi tanpa batas. Tak heran, banyak yang merasa cukup belajar keuangan dari video singkat, forum daring, hingga konten edukatif di TikTok atau YouTube.
Menurut riset yang di kutip dari laman Investopedia, hanya sekitar 20% saja Gen Z yang mau menemui penasihat keuangan profesional.
Baca Juga: 5 Strategi Finansial Jangka Panjang untuk Membangun Kekayaan dari Nol
Di balik pilihan mandiri ini, ada sisi positif, Gen Z jadi lebih melek literasi finansial sejak dini. Namun, ada pula risiko salah langkah, seperti mengikuti tips viral yang tidak sesuai kondisi pribadi atau bahkan menjerumuskan ke investasi berisiko tinggi.
Alasan generasi Z ragu konsultasi profesional
Ada tiga alasan utama kenapa Gen Z enggan menggunakan jasa penasihat:
1. Lebih percaya diri belajar sendiri
Mereka terbiasa mencari solusi cepat lewat internet. Konten gratis terasa lebih praktis dibanding harus membayar konsultasi.
2. Kurang percaya pada lembaga keuangan
Banyak yang masih terbayang krisis ekonomi 2008, sehingga menilai bank dan lembaga keuangan penuh konflik kepentingan.
3. Tidak tahu akses layanan terjangkau
Padahal ada banyak program konsultasi gratis atau murah dari lembaga keuangan resmi, koperasi, hingga layanan pro bono.
Mengapa nasihat profesional tetap penting?
Meski Gen Z punya semangat eksplorasi, nasihat finansial dari pakar tetap berperan besar. Penasihat bisa membantu:
- Menyusun strategi investasi jangka panjang.
- Menghindari jebakan utang berbunga tinggi.
- Membuat rencana darurat finansial yang realistis.
- Memahami risiko produk keuangan yang sering disamarkan dalam detail kecil kontrak.
Tanpa bimbingan ini, kesalahan kecil di usia muda bisa berbuntut panjang, seperti kehilangan peluang imbal hasil investasi atau menanggung utang berlipat.
Baca Juga: 7 Cara Simpel Mengendalikan Gaya Hidup Konsumtif agar Finansial Tetap Sehat
Solusi menjembatani kesenjangan
Agar Gen Z lebih terbuka pada layanan profesional, model konsultasi perlu beradaptasi:
- Digital first advisor: kombinasi robo-advisor dengan sentuhan manusia agar lebih personal.
- Konten media sosial kredibel: penasihat harus hadir di platform populer dengan bahasa yang dekat dengan anak muda.
- Model biaya fleksibel: tidak hanya berbasis persentase aset, tapi bisa langganan bulanan atau tarif per proyek agar lebih terjangkau.
Risiko jika hanya mengandalkan media sosial
Konten finansial viral seringkali disederhanakan agar menarik perhatian. Sayangnya, tidak semua pembuat konten punya sertifikasi keuangan. Akibatnya, tips yang terlihat masuk akal justru bisa menyesatkan bila diterapkan tanpa pemahaman mendalam.
Mengecek latar belakang, sertifikasi, dan reputasi penasihat menjadi langkah penting agar terhindar dari informasi keliru.
Keengganan Gen Z mencari penasihat keuangan profesional adalah fenomena nyata, namun bukan berarti jalan mandiri selalu tepat.
Melalui pendekatan konsultasi yang lebih fleksibel, digital, dan transparan, anak muda bisa mendapat bimbingan yang relevan sekaligus aman.
Pada akhirnya, keputusan finansial yang matang sejak dini adalah investasi terbaik untuk masa depan. Jangan hanya mengikuti tren sesaat, tapi bangun fondasi kokoh dengan panduan yang benar.
Selanjutnya: Ini 7 Pola Pikir Orang Kaya yang Bisa Mengubah Hidup Anda
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News