AturUang

Iktikad Baik dalam Asuransi, Pilar Kepercayaan Antara Perusahaan dan Nasabah

Iktikad Baik dalam Asuransi, Pilar Kepercayaan Antara Perusahaan dan Nasabah

KONTAN.CO.ID - Meski jarang terjadi, gagal klaim dalam asuransi sering menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian orang. Padahal, masalah tersebut bisa dihindari jika kedua pihak,perusahaan asuransi dan nasabah, mengutamakan prinsip Iktikad baik.

Iktikad baik adalah suatu prinsip yang menuntut keterbukaan, kejujuran, dan saling percaya antara kedua belah pihak dalam hubungan asuransi.

Menurut Wahyudi Raman, pengamat asuransi, saat seseorang membeli polis asuransi, ia tidak hanya membeli perlindungan finansial, tapi juga sebuah janji dari perusahaan asuransi untuk menanggung risiko tertentu.

Baca Juga: Dorong Ide Usaha Nasabah, PNM Ajak Nasabah Studi Banding Bisnis Daur Ulang

Sebaliknya, perusahaan asuransi juga membeli kepercayaan nasabah melalui produk dan layanan yang ditawarkan.

“Di sisi lain, perusahaan asuransi juga membeli kepercayaan nasabah melalui produk dan layanan proteksi yang ditawarkannya. Jadi, asuransi bukan sebatas transaksi terkait polis dan premi, namun juga soal kepercayaan yang sangat dalam,” ungkap Wahyudi.

Prinsip iktikad baik bekerja pada dua sisi. Perusahaan asuransi harus transparan mengenai risiko yang ditanggung, sementara nasabah juga diwajibkan untuk memberikan informasi yang jujur tentang kondisi mereka.

Jika nasabah tidak mengungkapkan riwayat penyakit atau informasi penting lainnya, klaim mereka bisa ditolak, bukan karena perusahaan ingin menghindar dari tanggung jawab, tetapi karena informasi yang tidak disampaikan dengan benar saat membeli polis.

“Jika nasabah tidak mengungkapkan dirinya punya penyakit tertentu atau riwayat penyakit keluarga, maka ia akan mengalami penolakan klaim saat risiko-risiko tersebut menimpa dirinya,” jelas Wahyudi.

Salah satu cara untuk menghindari kesalahpahaman adalah dengan memanfaatkan masa free look period, yaitu waktu yang diberikan perusahaan asuransi kepada nasabah untuk mempelajari polis dan memahami hak serta kewajiban mereka.

Baca Juga: Tips Liburan ke Luar Negeri Dengan Uang Rp 5 Juta

Ini memberi kesempatan bagi nasabah untuk memastikan bahwa mereka benar-benar membeli produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Namun, apabila prinsip iktikad baik tidak dijalankan, konsekuensinya bisa fatal. Selain klaim yang ditolak, hal ini juga bisa menyebabkan ketidakpercayaan terhadap industri asuransi secara keseluruhan.

“Dari sudut pandang industri, pelaksanaan iktikad baik haruslah mampu membuat nasabah merasa aman dan percaya bahwa asuransi akan melindungi mereka saat terkena musibah di kemudian hari. Di sisi lain, iktikad baik juga membuat perusahaan asuransi percaya bahwa nasabah mereka telah memberikan informasi yang benar, imbuh Wahyudi. 

Wahyudi menekankan bahwa ketidakjujuran dari salah satu pihak akan merugikan semua pihak baik perusahaan maupun nasabah.

Baca Juga: Zurich Syariah Gandeng PP Muhammadiyah Perkuat Program Pemberdayaan Sosial Masyarakat

Bahkan, jika prinsip ini sering dilanggar, industri asuransi bisa menghadapi peningkatan klaim palsu, yang akhirnya dapat menyebabkan kenaikan premi bagi semua nasabah.

“Jika skenario tersebut terjadi, perusahaan asuransi berisiko menanggung kerugian lebih besar, yang ujung-ujungnya akan dibebankan kepada semua nasabah dalam bentuk kenaikan premi," tandasnya.

 

Selanjutnya: Fuel Luncurkan Liquid Vape dengan Sensasi Rasa Es Krim dan Buah Tropis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News