MOMSMONEY.ID - Ekonomi dunia masih bergejolak. Namun, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bergerak stabil.
Sentimen negatif yang membuat ekonomi global dilanda ketidakpastian adalah, pertama kebijakan suku bunga The Fed. Pelaku pasar memproyeksikan suku bunga AS tetap dipertahankan di kisaran 5,25%-5,50%.
Kedua, harga minyak dunia berada di level tertinggi. Harga minyak terus melonjak selama empat hari berturut-turut. Selasa (19/9) pukul 7.15 WIB, harga minyak WTI kontrak Oktober 2023 di New York Mercantile Exchange kembali naik 0,98% ke US$ 92,3 per barel yang merupakan harga tertinggi sejak Juni 2022.
Ketiga, efek perang berkepanjangan Rusia dan Ukraina yang memaksa suplai komoditas menjadi lebih terbatas.
Peneliti dari Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan INDEF, Abdul Manap Pulungan mengatakan Indonesia akan mampu melewati situasi dari gejolak global tersebut. Abdul mengamati Indonesia mampu melakukan penyesuaian dalam menghadapi kenaikan harga minyak. "Tinggal bagaimana kita melakukan penyesuaian internal dari kenaikan harga minyak," kata Abdul.
Wacana yang berkembang saat ini pun juga sudah banyak dalam penyesuaian kenaikan harga minyak, seperti meningkatkan diversifikasi produksi yang tidak hanya terbatas pada bahan-bahan mentah seperti minyak, tetapi bisa beralih ke energi terbarukan.
Baca Juga: Usai Ditutup Melemah Kemarin, IHSG Hari Ini Bergerak Naik
Sementara, Founder Tumbuh Makna, Muliadi San menganalisis dari sisi kinerja IHSG cukup baik dan stabil dalam merespon gejolak ekonomi dunia yang terjadi belakangan ini.
Muliadi mengumpulkan data dari 2013 hingga 2022, di September IHSG berada di zona merah sebanyak 6 tahun dari 10 tahun. Artinya, di bulan tersebut IHSG memang cenderung mengalami koreksi.
Sementara di Oktober IHSG bergerak dalam zona hijau selama 8 tahun ke belakang dan hanya 2 tahun saja yang berada di zona merah.
"Jadi probabilitasnya di bulan Oktober IHSG itu mengalami kenaikan. Secara statistik hal ini cukup menarik untuk pasar saham kita di sisa bulan semester II 2023,” jelasnya dalam keterangan tertulis.
Oleh karena itu, menurut Muliadi terdapat peluang dan bisa dimanfaatkan dengan baik dan rasional oleh berbagai investor. Namun, ia menyampaikan, para investor tentu harus memahami profil risiko masing-masing sebelum mengambil keputusan melakukan investasi. Contohnya dengan melakukan strategi pendekatan profil risiko agar dapat melakukan investasi secara kondusif dan aman.
Muliadi memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan sentimen pasar akan lebih kondusif dan konstruktif . Kondusif karena faktor risiko perubahan moneter dan fiksal akan lebih minim. Jadi pertimbangan dalam memilih sektor dan kelas aset yang lebih diuntungkan akan lebih mudah untuk diprediksi.
Sementara, konstruktif memiliki arti bahwa akan ada hal yang baik dan prospektif di dalam sektor. Hal ini tercermin dari pertumbuhan laba perusahaan yang positif. Muliadi memproyeksikan IHSG masih berpotensi capai 7.400 dengan EPS growth di angka 9%-10%.
Sedangkan di pasar obligasi, Muliadi memandang instrumen ini dapat menjadi pilihan investasi yang menarik. Apalagi, obligasi dengan durasi tenor menengah.
Sementara, bagi investor yang cenderung memiliki profil risiko konservatif bisa melihat peluang investasi pada Sukuk Ritel 019 yang menawarkan kupon 5,95% untuk tenor 3 tahun dan 6,1% untuk tenor 5 tahun.
Baca Juga: SR019 Menjadi Alternatif Investasi di Tengah Ketidakpastian Global
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News