Santai

Pemprov DKI Gandeng Komunitas untuk Pantau Kualitas Udara Jakarta

Pemprov DKI Gandeng Komunitas untuk Pantau Kualitas Udara Jakarta

MOMSMONEY.ID - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama program Breathe Cities Jakarta berkolaborasi dengan komunitas dalam mendukung Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T).

Baca Juga: DLH DKI Imbau Warga Cek Kualitas Udara Lewat Aplikasi JAKI dan Situs Resmi

Melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Breathe Cities bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi untuk mempercepat pengendalian polusi udara. Hal ini diupayakan dengan penguatan kebijakan berbasis data dan partisipasi publik. Salah satunya, melalui kebijakan Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Asep Kuswanto menyampaikan, kebijakan KRE-T merupakan langkah strategis yang berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim, serta Keputusan Gubernur Nomor 575 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).

“Keberhasilan KRE-T tidak cukup hanya mengandalkan regulasi. Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci utama—baik dalam pengawasan, edukasi publik, pemantauan dampak kebijakan, hingga pendampingan terhadap kelompok rentan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (18/6).

Program Breathe Cities merupakan bagian dari inisiatif global yang didukung oleh Clean Air Fund, C40 Cities, dan Bloomberg Philanthropies, serta diimplementasikan di Jakarta bersama Vital Strategies.

Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Tercatat Sedang pada Mei 2025

Sebagai bagian dari upaya ini, Breathe Cities Jakarta bersama Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menghimpun komunitas untuk menyelaraskan pemahaman dan memperkuat sinergi antarkomunitas. Tujuannya, untuk membangun koordinasi yang lebih solid dalam menjalankan aksi kolektif menuju udara bersih di Jakarta.

Selain itu, bersama Resilience Development Initiative (RDI), Breathe Cities Jakarta mendorong pemantauan kualitas udara berbasis komunitas melalui penggunaan sensor berbiaya rendah.

Dengan teknologi ini, perluasan jaringan pemantauan hingga ke wilayah permukiman dan industri dapat terjadi. Terutama, di wilayah yang sebelumnya belum terjangkau oleh stasiun pemantauan konvensional.

Inisiatif ini juga menekankan pentingnya integrasi data hiperlokal ke dalam sistem pemantauan resmi. Di saat yang sama, keterlibatan komunitas memperkuat kapasitas lokal dalam memahami, menginterpretasikan, dan menggunakan data kualitas udara secara kolektif.

Asep mengatakan, kolaborasi berbagai pihak ini menjadi langkah awal untuk membentuk blueprint aksi kolektif.

“Kita ingin memastikan peran komunitas tidak sekadar simbolik, tetapi juga terintegrasi secara strategis dalam sistem pengendalian polusi udara Jakarta,” pungkasnya.

Baca Juga: Hanya Tujuh Negara yang Penuhi Standar Kualitas Udara WHO pada 2024, Ini Daftarnya

Selanjutnya: 5 Cara Menghilangkan Flek Hitam di Wajah dengan Bahan Alami, Tertarik Coba?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News