InvesYuk

Kasus Ajaib: Pentingnya Bukti Persetujuan yang Kuat pada Fasilitas Trade Limit

Kasus Ajaib: Pentingnya Bukti Persetujuan yang Kuat pada Fasilitas Trade Limit

MOMSMONEY.ID -  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengawal kasus yang viral dari investor PT Ajaib Sekuritas Asia yang mengeluhkan mendapat tagihan Rp 1,8 miliar karena fitur trade limit.

Fitur tersebut adalah fasilitas yang diberikan perusahaan sekuritas kepada nasabah untuk memungkinkan mereka membeli saham melebihi saldo kas yang tersedia di Rekening Dana Nasabah (RDN). 

Masalah ini heboh diperbincangkan setelah akun Instagram bernama @friendshipwithgod, yang dimiliki oleh I Nyoman Tri Atmajaya Putra ini mengungkapkan kronologi kejanggalan atas transaksi investasinya.

Dalam akun tersebut, investor Ajaib ini mengeluhkan jumlah pembelian lot sahamnya tidak sesuai bahkan sampai jadi menggunakan fitur trade limit (pinjaman).

Nyoman yang bukan investor baru di aplikasi Ajaib juga mengeluhkan tidak adanya konfirmasi ulang dari aplikasi ketika nasabah bertransaksi menggunakan dana pinjaman atau fitur trade limit. 

Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, Kamis (3/7), walaupun aplikasi investasi sudah berizin OJK ataupun BEI, pengguna maupun investor harus tetap jeli, sebab ada inovasi dari aplikasi yang berkembang.

"Ada hal konsumen di dalam aplikasi tersebut, di mana hak konsumen adalah untuk mengetahui layanan atau pun mesetujui layanan yang dihadrikan," kata Huda. 

Baca Juga: Ini Hasil Pertemuan BEI dengan Ajaib Sekuritas Terkait Tagihan Investor Rp 1,8 Miliar

Maka harapannya, platform investasi ataupun fintech perlu memberikan pemahaman mengenai inovasi yang dilakukan. Seperti, apa manfaat, risiko, dan diperjelas akadnya.

"Jangan sampai terjadi penerbitan fasilitas ke individu tanpa ada bukti persetujuan yang kuat," ujar Huda. 

Masyarakat juga baiknya perlu antisipasi pada inovasi aplikasi agar tidak terjerumus ke layanan yang merugikan. Di samping itu, Huda optimistis, industri investasi di Indonesia masih punya ruang yang cerah untuk tumbuh. 

Huda pun berpendapat penggunaan aplikasi untuk investasi berbeda dengan pinjaman.  Jika ada dana yang diberikan ke nasabah/pengguna, itu dinamakan pinjaman.

"Apapun nama-nya, itu adalah pinjaman, ketika memberikan pinjaman, harus ada akad yang jelas dan terpisah dari akad investasi," ucap Huda. 

Pengguna yang hanya ingin berinvestasi namun diberikan fitur pinjaman harus setuju dan ada akad baru lagi, serta tanda tangan elektronik (TTE) lagi. Walaupun ada di aplikasi yang sama, namun harus ada akad yang membedakan layanannya.

Selanjutnya: Imbal Hasil Fintech P2P Lending Masih Menarik, Tapi Lender Wajib Siaga Risiko

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News