Santai

Jokowi Sebut Presiden dan Menteri Boleh Menyatakan Keberpihakan, Bagaimana Aturannya?

Jokowi Sebut Presiden dan Menteri Boleh Menyatakan Keberpihakan, Bagaimana Aturannya?

MOMSMONEY.ID - Simak UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, benarkah presiden dan menteri boleh menyatakan keberpihakan?

Jelang Pemilu 2024, banyak polemik yang muncul. Mulai dari pencalonan Gibran Rakabuming Raka jadi  wakil presiden dengan mengubah ketentuan Mahkamah Konstitusi, hingga terakhir Iriana Jokowi yang mengacungkan 2 jari saat kunjungan kerja bersama Jokowi ke Jawa Tengah. 

Di sisi lain, Calon Wakil Presiden Mahfud MD juga mengkritisi mengenai keberpihakan menteri non-partai ke kubu 02. Menjawab soal keberpihakan, Jokowi mengatakan bahwa Presiden dan Menteri boleh menyatakan keberpihakannya. Lalu bagaimana ketentuannya?

Baca Juga: Demo Rompi Kuning disebut Gibran Saat Debat Cawapres, Apa Itu?

Aturan soal keberpihakan pejabat negara tercantum dalam UU No 7 Tahun 2017. Aturan tersebut tertera pada pasal 280 hingga 306. 

Adapun pada pasal 280 ayat 2, pelaksana dan atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:

  • Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi. 
  • Ketua, wakil ketua dan anggota Badan pemeriksa Keuangan
  • Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur Bank Indonesia. 
  • Direksi, Komisaris,  Dewan Pengawas, dan Karyawan BUMN/BUMD
  • Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural
  • ASN
  • Anggota TNI dan Kepolisian
  • Kepala Desa
  • Perangkat Desa
  • Anggota Badan Permusyawaatan Desa
  • WNI yang tidak memiliki hak memilih. 

Kemudian di pasal 281 dijelaskan Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota tidak boleh menggunakan fasilitas dalam jabatannya kecuali pengamanan pejabat negara dan wajib menjalani cuti di luar tanggungan negara. 

Pasal 282 juga menjelaskan pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. 

Baca Juga: Apa itu Greenflation? Pahami Arti dan Cara Atasi Greenflation alias Inflasi Hijau!

Pasal 283 pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta ASN dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta Pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye.

Larangan yang dimaksud meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan dan pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, keluarga dan masyarakat. 

Pasal 299 pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksankan kampanye. Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye bila:

  • Sebagai calon presiden dan calon wakil presiden
  • anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU
  • pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU

Menteri sebagai anggota tim kampanye atau pelaksana dapat diberikan cuti selama satu hari kerja setiap minggu. Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan kampanye.

Baca Juga: Namanya Kerap Disebut oleh Gibran, Ternyata Ini Sosok Tom Lembong

Pasal 304 dalam melaksanakan kampanye, Presiden dan Wakil Presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara seperti kendaraan dinas, gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan, radio daerah, arana perkantoran dan fasilitas lain yang dibiayai APBN.

Pasal 306 pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, TNI dan kepolisian dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan datau merugikan peserta pemilu, pelaksana kampanye dan tim kampanye. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News