MOMSMONEY.ID - Harga Bitcoin hampir tidak bertahan di atas level US$ 51.000 pada pekan ketiga Februari ini.
Menurut data coinmarketcap.com, Jumat (23/2) pukul 10.57 WIB, harga Bitcoin diperdagangkan di level US$ 51.036 atau setara Rp 706,042 juta. Dalam 24 jam terakhir, harga raja aset kripto ini turun 1,07%. Adapun tujuh hari terakhir, harganya tergerus 2,38%.
Mengapa harga Bitcoin malah melemah menjelang momen halving?
Menurut Fyqieh Fachrur, Trader Tokocrypto, harga Bitcoin berhadapan langsung dengan likuiditas saat di level US$ 53.000 pada pertengahan pekan ini. Kegagalan untuk naik itu memicu aksi jual, yang mengakibatkan penurunan lebih dalam di bawah US$ 52.000. Ini level penting bagi para pelaku pasar akhir pekan lalu.
Kini, pelaku pasar cenderung melihat level harga US$ 50.000 dan US$ 48.000 sebagai area dukungan (support) potensial berikutnya. Terlebih momen halving yang semakin dekat kurang dari 60 hari.
Halving Bitcoin yang diperkirakan terjadi antara 20-22 April 2024, akan semakin menarik perhatian investor dan trader. Event halving memiliki dampak signifikan terhadap suplai Bitcoin, karena reward koin untuk penambangan blok Bitcoin akan berkurang setengahnya.
"Ini mekanisme yang telah terprogram untuk mengurangi laju inflasi Bitcoin dan secara historis telah memicu kenaikan harga," kata Fyqieh dalam News Flash Tokocrypto yang dirilis 22 Februari 2024.
Baca Juga: Pasca-Pemilu Bitcoin Betah di atas US$ 50.000, Kripto jadi Lebih Menarik?
Menurut Fyqieh, pelaku pasar perlu mengetahui bahwa tren Bitcoin halving sejak dimulai pada 2009, mengalami tema yang berulang. Penurunan harga yang signifikan biasanya mendahului setiap halving, yang kemudian membuka peluang bagi lonjakan harga berikutnya.
Misalnya, pada 2012 silam, penurunan harga Bitcoin secara dramatis sebesar 50,78% terjadi hanya beberapa bulan sebelum halving. Namun, Bitcoin naik ke level baru setelahnya.
Pola serupa juga terjadi pada 2016 dan 2020, dengan koreksi sebelum halving masing-masing sebesar 40,37% dan 63,09%, yang diikuti dengan pemulihan yang kuat pasca-halving.
Pada awal 2024, harga Bitcoin memang naik sebesar 21,17%, yang memicu spekulasi pasar bullish yang akan datang. Tetapi, jika pola historis terulang, maka pasar mungkin bersiap menghadapi koreksi.
Analisis Fyqieh, Bitcoin berpotensi turun di bawah US$ 50.000, sebelum naik pasca-halving. Trader dan investor akan terus mencoba untuk mengerek harga BTC di atas resistensi US$ 53.000. Pengujian ulang yang berhasil pada level ini akan menyiratkan tren naik yang lebih kuat, dengan target area di atas US$ 54.000.
"Meskipun terjadi koreksi di bawah US$ 50.000, Bitcoin berpotensi mencapai puncaknya antara US$ 58.000 sampai US$ 60.000," prediksi Fyqieh.
Baca Juga: Wah, Harga Bitcoin Tembus US$ 50.000, Tertinggi Sejak 2021!
Jadi, kendati ada risiko turun, penting diingat potensi kenaikan harga yang fantastis setelah halving. Dia mencatat, tahun 2012, 2016 dan 2020, harga Bitcoin melonjak masing-masing sebesar 11.000%, 3.072% dan 700%. Periode momentum bullish ini berlangsung antara 365 dan 549 hari, mencerminkan dampak besar halving terhadap dinamika pasar.
"Jika pasar bullish yang akan datang mencerminkan lintasan masa lalu, ekspektasi dapat menentukan puncak pasar Bitcoin berikutnya sekitar bulan April atau Oktober 2025," tebak Fyqieh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News