AturUang

Cara Baru Punya Rumah di Jakarta, Tanpa Beban Bunga KPR

Cara Baru Punya Rumah di Jakarta, Tanpa Beban Bunga KPR

MOMSMONEY.ID - Di tengah lonjakan harga properti perkotaan, sekelompok warga Jakarta justru berhasil membangun hunian layak melalui sistem koperasi. Jadi, tanpa beban bunga KPR lo.

Rumah Flat Menteng, yang berada di pusat kota Jakarta, menjadi contoh nyata bahwa hunian terjangkau tetap bisa diwujudkan tanpa keterlibatan developer besar.

Salah satu penghuni Rumah Flat Menteng dan anggota Koperasi Sumber Usaha, M. Andi Pratama Hardiansyah, mengatakan, hunian ini dirancang secara gotong royong sejak 2020.

"Kami bukan hanya membeli rumah, tapi, ikut membangunnya bersama. Mulai dari desain, perizinan, hingga konstruksi," tuturnya.

Skema pembiayaan dilakukan secara bertahap, seiring dengan progres fisik proyek. Tidak ada cicilan seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), tetapi setor berdasarkan tahapan pembangunan. Ini membuat Andi mengetahui ke mana aliran dananya. 

Sekadar informasi, Andi tinggal di unit seluas 40 meter persegi, dengan total biaya sekitar Rp 380 juta.

Salah satu faktor yang dapat menekan harga rumah adalah absennya biaya pembelian tanah. Tanah proyek ini disewa jangka panjang oleh koperasi dan dimanfaatkan secara kolektif oleh para anggota. 

Baca Juga: Tips Memadukan Desain Rumah Modern dengan Nuansa Heritage

Biaya bulanan pun relatif stabil. Untuk unitnya, Andi mengaku, total iuran mencapai sekitar Rp 2 juta per bulan, termasuk sewa tanah, iuran operasional, listrik bersama, dan dana listrik maupun internet pribadi. Semuanya dikelola secara transparan oleh koperasi dengan laporan rutin.

Menurut Andi, hunian ini bukan instrumen investasi. Kepemilikan unit dibatasi hanya untuk anggota koperasi. Pengalihan hak hanya bisa dilakukan berdasar aturan internal koperasi, termasuk untuk warisan. 

"Kami memang tidak bisa seenaknya jual atau menyewakan. Tapi, ini dibuat agar rumah ini tetap untuk dihuni, bukan dijadikan komoditas," ungkapnya.

Ia mengapresiasi sistem koperasi, karena membagi beban dan manfaat secara adil. Tidak ada biaya admin atau profit tersembunyi. Semua surplus dikembalikan ke anggota,

Andi menyoroti masalah akses pembiayaan perumahan saat ini. Perbankan lebih condong mendukung developer besar yang sudah punya kerja sama KPR.

"Kalau koperasi seperti kami mau cari pembiayaan, jalurnya masih sangat terbatas. Ini ketimpangan yang perlu diperbaiki oleh pemerintah,"  bebernya.  

Melvin Mumpuni, perencana keuangan dari Finansialku, menilai banyak aspek penghematan dari model pembelian rumah berbasis koperasi seperti ini.

Pasalnya, tanah tidak dibeli, pembangunan tidak mencari margin, dan tidak ada marketing besar. Alhasil, total biayanya jauh lebih rendah dibandingkan properti developer. 

Baca Juga: Inspirasi Warna Cat Rumah dari Era Taylor Swift: dari Nuansa Ceria hingga Misterius

Namun, ia menekankan pentingnya calon penghuni memahami semua risiko dan kewajiban jangka panjang. Mulai dari iuran bulanan, dana renovasi, hingga potensi konflik antaranggota koperasi. Misalnya, kalau ada kerusakan akibat bencana, perlu ada sistem pembagian biaya yang adil.

Legalitas dan hukum

Melvin juga menyoroti pentingnya memahami legalitas koperasi. "Struktur organisasinya harus jelas, termasuk mekanisme jika pengurus meninggal atau mundur. Jangan sampai ada kekosongan tanggung jawab," ujarnya.

Dari sisi hukum, ia mengingatkan, status hak atas tanah dan bangunan harus tegas. Meskipun saat ini menggunakan sewa jangka panjang, harus dipastikan perlindungan hukum terhadap hak tinggal para anggota koperasi dalam jangka panjang.

Di sisi lain, menurut Melvin,  properti koperasi seperti ini punya likuiditas rendah. Artinya, unit tidak bisa langsung dijual atau dialihkan ke sembarang orang.

"Oleh karena harus melalui mekanisme koperasi, maka pasar sekunder jadi sangat terbatas," jelasnya.

Meski demikian, bagi kelompok tertentu seperti keluarga muda atau komunitas sosial, skema ini memberikan rasa aman dan solidaritas yang lebih kuat. Melvin meyakini kebersamaan dan saling kenal antar penghuni bisa meningkatkan kualitas hidup, bukan hanya soal fisik bangunan.

Andi mengakui, skema ini tidak cocok untuk semua orang. Menurutnya, dibutuhkan komitmen waktu, keterlibatan dalam rapat, dan toleransi antarwarga. 

"Kalau cuma mau tinggal dan lepas tangan, sistem ini mungkin akan berat," tukasnya.

Selanjutnya: Sebulan Harga Minus 0,63% Harga Emas Antam Hari Ini Ambles Lagi (16/8/2025)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News