MOMSMONEY.ID - Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menyoroti pentingnya keamanan dalam transaksi digital untuk kepercayaan masyarakat.
Era digitalisasi dinilai mempermudah setiap aktivitas di masyarakat, termasuk layanan keuangan di semua perbankan. Bank Indonesia (BI) mencatat, transaksi QRIS hingga kuartal II 2025 mencapai Rp317 triliun, tumbuh 121% secara tahunan.
Dengan lebih dari 57 juta pengguna dan 93% merchant berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), adopsi digital menunjukkan peran layanan keuangan digital sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Melihat hal ini, layanan keuangan di Tanah Air perlu memperhatikan berbagai aspek termasuk keamanan dalam bertransaksi.
Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indarto Budiwitono menegaskan, masifnya perkembangan teknologi informasi membuat perbankan tidak lepas dari keharusan untuk melakukan transformasi dan digitalisasi.
Era digitalisasi merubah layanan industri jasa keuangan menjadi lebih cepat dan efisien. Hanya saja ada tantangan yang dihadapi perbanakan ketika masyarakat sudah adopsi dengan layanan digital keuangan.
Yaitu, tingginya potensi serangan siber. Melihat hal ini, penguatan tata kelola keamanan informasi dan perlindungan konsumen bagi sektor perbankan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik di era digital.
Baca Juga: Intip Kenaikan Limit Transaksi QRIS Bayar Permudah Belanja Besar di Tahun 2025
“Bank perlu mengembangkan strategi digital yang agile dan terukur, tidak hanya dalam aspek efisiensi saja, namun hal tersebut sebagai jawaban atas ekspektasi nasabah yang semakin kompleks,” ungkap Indarto dalam keterangan tertulis, Jumat (22/8).
Ketua Umum AFTECH Pandu Sjahrir menegaskan, AFTECH tidak hanya menghadirkan dialog, tapi turut membentuk arah dan solusi nyata untuk kemajuan ekosistem digital Indonesia yang tepercaya.
“AFTECH mendorong kemitraan strategis yang bisa direplikasi lintas sektor antara bank digital, fintech, regulator, dan sektor riil," ujarnya.
Tahun ini, AFTECH fokus akan penguatan ketahanan siber dan pencegahan scam berbasis intelijen bersama, desain produk keuangan yang benar-benar inklusif bagi UMKM dan masyarakat underserved, serta arsitektur kolaborasi yang berkelanjutan.
“Dengan langkah-langkah ini, keuangan digital yang tepercaya akan berfungsi sebagai fondasi fundamental bagi pertumbuhan ekonomi yang aman, adil, dan berkelanjutan, sekaligus mendukung realisasi target pertumbuhan ekonomi nasional menuju 8%,” ujarnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum II AFTECH Budi Gandasoebrata menggarisbawahi tiga pilar utama yang perlu dijalankan secara simultan agar keuangan digital benar-benar mendukung perekonomian.
Pertama, kita perlu regulasi dan pengawasan yang adaptif dan berbasis risiko agar inovasi tidak mengorbankan keamanan.
Baca Juga: Riset Ipsos: Transaksi Bank Digital Tahun Ini bakal Tumbuh 52,3%
Kedua, inovasi digital seperti AI dan open finance harus dijalankan secara akuntabel dengan tata kelola yang kuat.
Ketiga, edukasi publik dan kampanye anti-scam harus dilakukan secara terintegrasi lintas platform dan regulator.
“Semua ini menjadi syarat mutlak agar kepercayaan publik terhadap sektor keuangan digital tetap terjaga,” kata Budi.
Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata BSSN Edit Prima menegaskan, serangan berbasis AI, seperti phishing yang dipersonalisasi dan polymorphic malware, hanya dapat efektif dilawan dengan pertahanan yang juga ditenagai oleh AI.
“Bicara keamanan siber, bicara AI tentu kita harus siap dengan serangan-serangan yang sudah berbasis AI, nah terus bagaimana caranya menghadapinya? Ya tentunya dengan AI juga,” ungkap Edit.
CEO Privy sekaligus Wakil Ketua Umum I AFTECH Marshall Pribadi menambahkan, membangun kepercayaan bukan sekedar soal teknologi, tetapi juga kolaborasi dan kepatuhan.
Dengan identitas digital yang sah dan diakui negara, masyarakat maupun industri dapat bertransaksi dengan lebih aman dan percaya diri.
Selanjutnya: Boeing Bakal Menjual 500 Pesawat ke China
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News