MOMSMONEY.ID - Bahaya kandungan Bisphenol A atau BPA pada kemasan pangan, khususnya galon air minum dalam kemasan (AMDK), menuai pro dan kontra.
Pakar Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Aditiawarman Lubis, melalui akun instagram @duniakesehatan.co.id, mengatakan, BPA tidak memiliki bahaya apapun bagi tubuh manusia.
Artinya, masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengonsumsi air dalam galon polikarbonat (PC) karena tidak memiliki dampak negatif bagi tubuh apalagi perkembangan anak.
"Tak bahaya kalau dikonsumsi dibawah ambang batas aman. Batas aman dari BPOM yakni 0,6 mg/kg berat tubuh," ucap Aditiawarman Lubis dalam akun tersebut, dikutip Sabtu (19/10).
Dia pun menjelaskan hubungan antara BPA dan kanker. Dokter dengan gelar magister kesehatan masyarakat ini memaparkan, hubungan antara BPA sebagai penyebab kanker masih belum jelas dan masih butuh penelitian lebih lanjut.
"Saya coba luruskan kesalahpahaman yang terjadi karena hingga saat ini belum bisa ditemukan hubungan sebab akibat antara BPA dan kanker," kata Aditiawarman.
Sebab, data epidemiologi yang ada masih terbatas. Sementara isu bahaya BPA yang muncul saat ini terjadi karena efek dari BPA aktif dalam kadar tertentu yang menyerupai hormon estrogen dan dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen di dalam tubuh.
"Namun penelitian yang ada belum konklusif," sebutnya.
Baca Juga: Rumor BPA Bisa Memicu Kemandulan, Begini Kata Dokter dan Pengamat Sosial
Aditiawarman sekaligus mengungkapkan kalau penelitian yang ada saat ini juga belum dapat mengonfirmasi hubungan sebab-akibat pasti paparan BPA pada gangguan perkembangan dan saraf anak.
Dia menjelaskan, hal itu lantaran ada kendala dalam dalam mengevaluasi eksposur BPA dan dampaknya pada gangguan otak.
Eksposur terhadap BPA selalu terjadi bebarengan dengan kemungkinan interaksi bersamaan bahan kimia lain yang memiliki resiko serupa. Selain itu, sambung dia, belum ada alat yang sempurna untuk menilai dampak disruptor endokrin pada perkembangan saraf.
"Sedangkan kebanyakan alat yang digunakan berupa kuesioner yang dapat menyebabkan bias," imbuhnya.
Sebabnya, Aditiawarman meminta masyarakat agar tidak terpengaruh dengan informasi belum jelas terkait dampak BPA pada kemasan pangan yang saat ini telah beredar.
Ia meminta publik untuk mempercayakan masalah ini pada ahli di bidangnya untuk batas aman dan standar kelayakan sebuah produk kemasan yakni BPOM.
"Kalau bukti ilmiahnya saja belum cukup maka lebih bijaklah untuk mengambil kesimpulan. Percayakan kepada pihak yang ahli di bidangnya," pungkas Aditiawarman.
Sebelumnya, banyak pakar dan praktisi kesehatan yang juga telah membantah bahaya BPA dalam air kemasan.
Baca Juga: Ketahui Bahaya Mikroplastik bagi Kesehatan dan Tips Meminimalisir Paparannya
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Aru Wisaksono Sudoyo menyatakan, belum ada bukti bahwa BPA yang terdapat dalam galon PC dapat mempengaruhi kesehatan dan menyebabkan kanker.
Menurutnya, bukti ilmiah mengungkapkan bahwa kanker lebih banyak disebabkan oleh obesitas, gaya hidup kurang olahraga dan pola makan tidak sehat. Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) ini mengatakan, hanya sekitar 2 persen paparan zat kimia dapat menimbulkan kanker.
"BPA belum bisa dikaitkan dengan kanker karena datanya belum ada, data belum cukup," tutur Aru Wisaksono.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra memastikan, meminum air dari galon guna ulang atau polikarbonat aman.
Dia menekankan, galon-galon tersebut sudah memiliki standar SNI dan telah melewati serangkaian penelitian dan uji kecocokan pangan.
"Kalau semua produk terutama kemasan itu sudah terstandar SNI ya tandanya dia juga level toleransinya terhadap cemaran itu tidak membahayakan dan itu tidak sampai menimbulkan gangguan kehamilan dan janin," ungkap Hermawan.
Hasil Penelitian ITB dan Universitas Islam Makassar (UIM) mengungkapkan bahwa tidak ada migrasi BPA dari kemasan galon ke dalam air minum. Studi berfokus untuk mendeteksi migrasi BPA dari kemasan galon ke dalam air minum terhadap empat sampel dari merek AMDK terpopuler.
"Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji," kata Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Akhmad Zainal Abidin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News