InvesYuk

EBC Mengupas Perubahan Ekonomi Indonesia di Era Prabowo, Ini Hasil Analisisnya

EBC Mengupas Perubahan Ekonomi Indonesia di Era Prabowo, Ini Hasil Analisisnya

MOMSMONEY.ID - Setelah pemilihan Presiden Indonesia di 2024, EBC Financial Group melihat lebih dekat perubahan besar yang dibawa oleh Presiden Prabowo Subianto. Langkah-langkah baru ini telah mengubah pasar keuangan dan membuka peluang di sektor-sektor penting.

Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia mengalami tahun yang penting pada tahun 2024, ditandai dengan pemilihan presiden yang bersejarah dan perubahan kebijakan ekonomi yang signifikan. 

Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden RI telah mengantarkan reformasi fiskal dan ekonomi yang ambisius, yang menciptakan efek berantai di seluruh lanskap keuangan Indonesia.

Dengan implikasi yang luas untuk pasar mata uang, obligasi pemerintah, dan ekuitas, perubahan tersebut menandakan peluang baru bagi para pedagang dan investor saat mereka bersiap untuk tahun 2025. 

EBC Financial Group mengupas perkembangan ini, memberikan wawasan bagi para pelaku pasar yang menavigasi medan ekonomi Indonesia yang terus berkembang, melalui keterangan tertulis yang diterima Momsmoney, Kamis (16/1). 

Baca Juga: 3 Bulan jadi Presiden, Siap-siap Prabowo Bakal Kasih Kejutan Besar

Kebijakan ekonomi menentukan lanskap pasca pemilu

Pemilu 2024 ditutup dengan kemenangan telak Prabowo Subianto, yang meraup 58% suara nasional.

Pemerintahannya sejak saat itu telah menguraikan serangkaian program ekonomi yang ambisius, termasuk inisiatif Makanan Bergizi Gratis senilai US$ 28 miliar yang ditujukan untuk anak-anak dan ibu hamil, yang bertujuan untuk mengatasi defisit gizi di seluruh negeri.

Meskipun dipuji karena dampak sosialnya, rencana ini juga disertai dengan tantangan fiskal yang signifikan.

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan paket bantuan sosial dengan nilai fantastis mencapai Rp 827 triliun untuk meredam dampak kenaikan PPN atas barang tertentu dari 11% menjadi 12%, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Barang-barang kebutuhan pokok tetap bebas pajak atau dikenakan tarif lebih rendah, menunjukkan upaya pemerintah untuk menyeimbangkan antara tujuan fiskal dan perlindungan konsumen.

Langkah ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendukung proyek pembangunan besar, seperti pembangunan ibu kota baru, Ibu Kota Nusantara (IKN).

Menurut analisis EBC, meskipun langkah fiskal ini berpotensi mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, ada kekhawatiran tentang tekanan likuiditas di pasar obligasi dalam jangka panjang, sehingga investor perlu memantau situasi ini dengan cermat.

Analis EBC mencatat bahwa sementara langkah-langkah fiskal ini dapat merangsang pertumbuhan jangka pendek, hal itu juga menimbulkan tekanan likuiditas jangka panjang di pasar obligasi.

Pasar mata uang, obligasi, dan ekuitas mencerminkan perubahan prioritas ekonomi Indonesia

Tahun pemilu 2024 menyaksikan perkembangan penting di seluruh pasar keuangan Indonesia, yang dibentuk oleh program belanja pemerintah baru dan strategi fiskal. Pergerakan pasar ini menyoroti interaksi rumit antara strategi fiskal, keyakinan investor, dan kondisi ekonomi global.

Nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2024, didorong oleh kebijakan fiskal domestik dan faktor eksternal global.

Didukung oleh laporan terkini, analis di EBC memperkirakan,  rupiah masih berada di bawah tekanan depresiasi hingga awal tahun 2025, dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global dan perubahan kebijakan yang diantisipasi di negara-negara ekonomi utama.

Bank Indonesia (BI)  mengaitkan tekanan mata uang terkini dengan sikap agresif Federal Reserve yang berkelanjutan, yang telah memengaruhi arus modal di pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Terlepas dari tantangan ini, intervensi Bank Indonesia, termasuk kehadirannya di pasar obligasi dan upaya stabilisasi valas, bertujuan untuk menjaga kepercayaan terhadap ketahanan mata uang.

Di pasar obligasi, pinjaman pemerintah untuk mendanai program sosial dan proyek infrastruktur yang ambisius telah mendorong perubahan dalam dinamika pasar obligasi.

Kepemilikan BI atas sekitar 25% pasar obligasi pemerintah telah menimbulkan kekhawatiran likuiditas di kalangan investor, dengan implikasi bagi stabilitas jangka panjang pasar utang.

Keterlibatan signifikan bank sentral mencerminkan upaya untuk mendukung prioritas fiskal, tetapi juga telah memicu diskusi tentang potensi tersingkirnya investasi swasta dalam surat berharga pemerintah.

Karena, Pemerintah Indonesia terus meminjam untuk membiayai inisiatif besar, pemantauan implikasi likuiditas ini akan menjadi penting bagi investor.

Melihat ke pasar ekuitas, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tahun yang beragam karena berbagai sektor merespons pola belanja pemerintah.

Saham infrastruktur, khususnya yang terkait dengan Nusantara, memperoleh momentum karena meningkatnya investasi publik.

Sementara sektor-sektor seperti pertanian dan pendidikan mengalami pertumbuhan, sejalan dengan fokus pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan sosial.

EBC menyoroti, meskipun sektor-sektor ini menghadirkan peluang yang bernilai, para pedagang harus tetap waspada terhadap risiko eksternal, seperti fluktuasi harga komoditas dan pergeseran pasar global.

Baca Juga: 56% Ekonom Dunia Proyeksi Ekonomi Global di 2025 Tak Baik-baik Saja

Integrasi AI ke dalam tren ekuitas sektoral menjadi fokus utama di tahun 2025

Selain itu, masuknya Indonesia ke blok BRICS sebagai anggota penuh baru-baru ini menegaskan perannya yang semakin besar dalam urusan ekonomi global, yang berpotensi memengaruhi arus perdagangan dan investasi di masa mendatang.

Di dalam negeri, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah mengumumkan rencana untuk mengatur penggunaan AI, yang bertujuan untuk menyeimbangkan inovasi dengan pertimbangan etika dan perlindungan konsumen.

Analis di EBC menunjukkan, regulasi AI menghadirkan tantangan dan peluang, khususnya untuk sektor-sektor seperti keuangan, manufaktur, dan pertanian.

  • Pendidikan dan Pertanian : Alat-alat yang didukung AI, seperti analisis prediktif untuk hasil panen dan teknologi pendidikan yang dipersonalisasi, berpotensi meningkatkan efisiensi sektor ini. Hal ini sejalan dengan fokus kebijakan Indonesia untuk meningkatkan produktivitas di bidang-bidang ini.
  • Infrastruktur dan Kota Cerdas : Investasi dalam solusi berbasis AI untuk infrastruktur kota cerdas, termasuk di Nusantara, telah memposisikan perusahaan teknologi sebagai pemain kunci dalam narasi pertumbuhan, berkontribusi pada kinerja ekuitas positif pada saham terkait.
  • Industri Berbasis Ekspor : Meskipun sentimen investor berhati-hati di sektor berorientasi ekspor, inovasi berbasis AI dalam optimalisasi rantai pasokan dan manajemen sumber daya menawarkan prospek pertumbuhan jangka panjang yang potensial.

Baca Juga: Penelitian Salesforce: 97% SMB di Indonesia Akui AI Tingkatkan Pendapatan Usaha

Perspektif global tentang evolusi keuangan Indonesia

Tahun pemilu 2024 di Indonesia menjadi bukti ketahanan dan potensi pertumbuhan negara ini. Bagi para pedagang dan investor, pemilu ini menjadi pengingat akan interaksi dinamis antara politik dan pasar.

Menjelang tahun 2025, peluang di pasar mata uang, obligasi, ekuitas, dan komoditas menanti mereka yang siap terlibat dengan lanskap keuangan Indonesia yang terus berkembang.

Selanjutnya: Vietjet Hadirkan Rute Baru ke Tiongkok & Friday Sale untuk Penerbangan Internasional

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News