InvesYuk

Eastspring: Antisipasi Efek Kebijakan Tarif Trump, Obligasi Pilihan Lebih Stabil

Eastspring: Antisipasi Efek Kebijakan Tarif Trump, Obligasi Pilihan Lebih Stabil

MOMSMONEY.ID - Pasar keuangan global termasuk Indonesia diguncang oleh eskalasi tarif terbaru Presiden AS Donald Trump. Pada 2 April Trump mengumumkan tarif baru yang disebut Liberation Day.

Ini adalah istilah yang digunakan Donald Trump untuk mengumumkan serangkaian tarif impor baru yang signifikan. Langkah tersebut dimaksudkan untuk mengatasi defisit perdagangan dan melindungi industri dalam negeri AS. 

Eastspring Investment Indonesia dalam Flash Market News, Selasa (8/4) menjelaskan besaran tarif terbaru Trump sebagai berikut:

  • Tarif dasar 10% untuk semua impor.
  • Tarif ini berlaku untuk hampir semua barang yang diimpor ke AS, berlaku mulai 5 April 2025.
  • Tarif tambahan berdasarkan negara.
  • Selain tarif dasar, AS juga mengenakan tarif tambahan kepada sekitar 60 negara yang dianggap menerapkan praktik perdagangan tidak adil. Beberapa negara yang terkena dampak antara lain: China dengan tarif tambahan sebesar 34%, sehingga total tarif menjadi 54%, Vietnam sebesar 46%, Uni Eropa sebesar 20%, dan Indonesia sebesar 34%. Berlaku mulai9 April 2025.
  • Sejauh ini Kanada dan Meksiko dikecualikan dari tarif ini karena perjanjian perdagangan yang sudah ada sebelumnya.
  • Menanggapi tarif balasan China sebesar 34% pada tanggal 4 April, Trump menyatakan melalui tweet pada tanggal 7 April 2025 bahwa AS akan menambah tarif baru sebesar 50%. Ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung ini meningkatkan kekhawatiran terhadap arah perekonomian global. Kedua negara diharapkan segera membuka kembali perundingan untuk meredakan situasi.

Tarif tinggi yang dikenakan kepada mitra dagang menuai kritik karena formula penetapannya dinilai tidak transparan dan sepihak, serta dianggap tidak sesuai dengan prinsip perdagangan internasional.

Baca Juga: Warren Buffett Raup Cuan Besar di Tengah Badai Tarif Trump yang Guncang Pasar Global

Dampaknya bagi Indonesia

Implikasi dari tarif tinggi yang dikenakan pemerintahan Trump terhadap Indonesia dapat dikategorikan ke dalam dua aspek utama, yaitu ekonomi dan pasar finansial:

• Ekonomi

Hambatan tarif berpotensi menekan perekonomian Indonesia melalui penurunan kinerja ekspor ke AS, serta secara tidak langsung menurunkan ekspor ke negara lain akibat melemahnya permintaan global dan terganggunya rantai pasokan.

Namun, dampak langsung terhadap PDB Indonesia diperkirakan relatif terbatas, mengingat kontribusi ekspor ke AS terhadap PDB Indonesia hanya sekitar 2,2%, lebih rendah dibandingkan negara berkembang lainnya.

Penerapan tarif terhadap produk unggulan Indonesia di pasar AS, seperti elektronik, pakaian, dan alas kaki, sektor padat karya, berpotensi menekan industri manufaktur yang tengah melambat, serta berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan stabilitas sektor riil.

• Pasar finansial

Dampak langsung tarif terhadap emiten di pasar saham Indonesia relatif kecil, namun pelemahan rupiah dan potensi pembalasan dari mitra dagang meningkatkan ketidakpastian di pasar finansial, yang mempengaruhi sentimen investor, baik asing maupun domestik.

Dalam kondisi tidak normal seperti ini, fundamental cenderung terabaikan, digantikan oleh emosi, persepsi, dan spekulasi dalam pengambilan keputusan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, kenaikan tarif AS berdampak pada ekonomi dan pasar finansial Indonesia, meskipun dalam tingkat yang berbeda-beda.

Ke depannya, diplomasi untuk menurunkan tarif dan mencapai konsesi dengan AS merupakan opsi yang kemungkinan akan diambil oleh banyak negara, termasuk Indonesia, terutama karena Trump telah menyatakan terbuka untuk menurunkan tarif jika ada tawaran yang "fenomenal".

Sebagai langkah strategis, Indonesia dapat meningkatkan impor dari AS dengan mengalihkan sumber dari negara lain dan mengurangi hambatan non-tarif melalui deregulasi.

Baca Juga: Triliuner Bill Ackman Ingatkan Kebijakan Tarif Trump Bisa Picu Kehancuran Ekonomi

Pilihan arah investasi

Menurut Liew Kong Qian, Head of Investment Eastspring Investment Indonesia, dalam situasi penuh ketidakpastian dan tekanan penurunan, obligasi dipandang sebagai pilihan investasi yang lebih stabil di tengah meningkatnya volatilitas pasar.

Hal ini tercermin dari menguatnya pasar obligasi global, meskipun pasar saham tertekan. Di sisi lain, imbal hasil US Treasury sempat turun di bawah 4%, sementara pasar mulai mengantisipasi hingga empat kali penurunan Fed Funds Rate di tahun ini.

Bagi Indonesia, ketidakpastian pasar yang didorong oleh prospek perlambatan perekonomian AS dan dunia dapat berdampak negatif terhadap ekspor, defisit transaksi berjalan, dan pendapatan pajak pemerintah. Secara umum, tekanan terhadap prospek pertumbuhan mendorong respons kebijakan yang lebih akomodatif.

Namun bagi Indonesia, peluang penurunan suku bunga lebih terbuka ketika volatilitas mereda. "Hal ini akan mendukung kinerja obligasi, terutama pada tenor pendek hingga menengah," kata Kong Qian dalam Flash Market News, hari ini.

Bank Indonesia telah menyiapkan strategi intervensi untuk menjaga nilai tukar rupiah dan akan melihat respons kebijakan bank sentral lainnya dalam menentukan arah kebijakan suku bunga ke depan.

Sementara, saham sebagai aset berisiko tinggi memerlukan lingkungan pertumbuhan yang lebih pasti, sebelum dapat mencatatkan penguatan yang berkelanjutan.

Bagi investor dengan profil risiko jangka panjang, kata Kong Qian, koreksi pasar saat ini dapat menjadi peluang untuk masuk secara bertahap, mengingat sebagian besar risiko domestik telah tercermin pada kinerja pasar saham Indonesia.

Namun, investor tetap perlu bersabar dan menyadari bahwa aksi jual investor lain akan mempengaruhi arah pasar dalam waktu dekat, dan proses pemulihan pasar kemungkinan akan berlangsung secara bertahap dan membutuhkan lebih banyak waktu.

Selanjutnya: Terdampak Tarif Trump, Pengusaha Sawit Minta Keringanan Ini dari Pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News