InvesYuk

Nasib Reksadana Campuran di 2023, Ini Prospeknya

Nasib Reksadana Campuran di 2023, Ini Prospeknya

MOMSMONEY.ID - Menghitung hari menuju 2023. Nah, jika Anda berinvestasi di reksadana campuran, simak prospeknya di tahun depan berikut ini.

Irwanti, Investment Director, Schroders Indonesia, mengatakan, kenaikan suku bunga resesi, dan keadaan geopolitik menjadi sentimen negatif  di 2023.

"Kami melihat Indonesia akan terkena dampak dari resesi global namun tidak akan masuk ke zona resesi. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Eropa sudah terlebih dahulu merasakan lonjakan pemulihan ekonomi di tahun 2021," katanya.

Di waktu yang sama, inflasi juga melambung tinggi terdorong oleh faktor demand boom ketika reopening di tahun 2021.

Hal ini tidak serupa di Indonesia, sehingga Irwanti menilai, negara-negara maju memang harus melalui perlambatan pertumbuhan ekonomi untuk meredakan ekonomi yang telah overheating

Untuk Eropa, memang resesi juga terjadi karena krisis energi akibat tensi geopolitik dengan Rusia. Sedangkan China mengalami perlambatan ekonomi lebih karena Zero Covid Policy yang berkepanjangan.

Indonesia yang ekonominya lebih didorong oleh faktor global akan lebih defensive.

Baca Juga: Ketika Pasar Volatil, Apa Yang Harus Dilakukan Investor?

Meski dibayang-bayangi ketiga sentimen tersebut, masih ada pendorong untuk kinerja resksadana campuran. Yakni, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dan harga komoditas yang akan mengalami normalisasi namun tetap di level yang lebih tinggi dibandingkan sebelum perang Ukrania-Rusia. 

"Indonesia sebagai beneficiary dari harga komoditas yang melambung akan menjadi opsi investasi yang menarik bagi investor asing di tengah pilihan yang terbatas di pasar global," jelas Irwanti. 

Apalagi,  untuk pasar saham Indonesia, valuasi juga masih tergolong murah dibandingkan negara lain seperti India. Ditambah, negara-negara besar lainnya di dunia yang sedang menghadapi risiko resesi juga membuat investor asing kehabisan pilihan sehingga Indonesia terlihat seperti safe haven. 

"Pasar obligasi kita juga dapat terbantu oleh rencana pemerintah untuk membawa defisit fiskal kita ke bawah 3% kembali per akhir tahun 2023," ungkap Irwanti 

Terlebih, kepemilikan asing di SUN juga sudah kembali ke level yang sangat rendah. Alhasil, Irwanti melihat upside akan lebih besar daripada downside untuk pasar obligasi di tahun depan.

Lantas, ada kemungkinan the Fed dan BI yang berbalik arah dalam kebijakannya di tahun 2023 dinilai dapat menopang pasar obligasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News