MOMSMONEY.ID - Berikut ini 5 kesalahan finansial umum yang diam-diam menggerus tabungan kelas menengah dan cara cerdas untuk keluar dari jeratnya.
Meski punya penghasilan tetap dan gaya hidup nyaman, banyak keluarga kelas menengah justru sulit menumbuhkan tabungan atau mencapai stabilitas finansial jangka panjang.
Bukan karena mereka malas atau boros, melainkan karena terjebak dalam perangkap keuangan halus yang kerap tak disadari.
Melansir dari New Trader U, jebakan ini muncul dari kebiasaan yang terlihat “normal” tapi sebenarnya memperlambat pertumbuhan aset. Memahami dan menghindarinya bisa jadi langkah pertama menuju kebebasan finansial yang sesungguhnya.
Baca Juga: 7 Keuntungan Memiliki Skor Kredit Baik Sebagai Kunci Finansial yang Aman
1. Inflasi gaya hidup: Ketika penghasilan naik tapi tabungan tetap segitu saja
Setiap kali naik gaji, banyak orang tergoda untuk meningkatkan gaya hidup seperti beli rumah lebih besar, kendaraan lebih baru, atau liburan lebih mewah.
Akibatnya, kenaikan pendapatan malah diimbangi dengan kenaikan pengeluaran, sehingga tabungan tak juga bertambah.
Fenomena ini dikenal sebagai lifestyle inflation. Tekanan sosial dari lingkungan atau media sosial membuat banyak orang merasa harus “naik kelas”, padahal itu bisa menjadi jerat keuangan jangka panjang.
Solusinya, tetapkan batas gaya hidup dan arahkan minimal 50% kenaikan pendapatan ke investasi atau dana darurat.
2. Tidak punya dana darurat: Hidup di ujung tanduk
Banyak keluarga kelas menengah merasa penghasilannya cukup, tapi tanpa disadari mereka tidak punya bantalan finansial saat keadaan darurat datang. Biaya rumah sakit, kendaraan rusak, atau kehilangan pekerjaan bisa langsung mengacaukan keuangan.
Tanpa tabungan darurat, sebagian orang memilih berutang melalui kartu kredit atau pinjaman cepat, yang justru menambah masalah.
Solusinya, anggap dana darurat sebagai kewajiban, bukan pilihan. Mulai dari nominal kecil namun rutin, hingga terkumpul minimal 3–6 bulan biaya hidup.
3. Jebakan kartu kredit: Bayar bunga untuk masa lalu
Kartu kredit sering dianggap penyelamat, padahal bisa menjadi sumber kebocoran keuangan terbesar. Bunga tinggi membuat cicilan tak kunjung lunas, dan sebelum disadari, sebagian besar gaji habis untuk membayar masa lalu.
Yang sering luput disadari adalah biaya peluang (opportunity cost) yaitu uang yang seharusnya bisa diinvestasikan justru terbuang untuk bunga.
Solusinya, lunasi utang bunga tinggi terlebih dahulu. Gunakan kartu kredit hanya jika bisa melunasi penuh setiap bulan.
Baca Juga: Kenali 5 Tanda Kesehatan Finansial Pribadi Anak Muda Mulai Terganggu
4. Rumah dan mobil: Aset bergengsi tapi bisa jadi beban
Banyak keluarga menganggap memiliki rumah besar dan mobil baru sebagai tanda sukses. Namun terlalu banyak mengalokasikan pendapatan ke cicilan rumah atau kendaraan bisa menjadikan seseorang “house poor” atau “car poor” tampak makmur di luar, tapi sesak di dalam.
Rumah besar berarti pajak, perawatan, dan listrik yang tinggi; mobil baru berarti asuransi dan cicilan panjang. Solusinya, pilih properti dan kendaraan sesuai kebutuhan, bukan gengsi. Fokus pada fleksibilitas finansial, bukan tampilan sosial.
5. Menunda investasi pensiun: Waktu yang tak bisa dibeli kembali
Kesalahan umum berikutnya adalah menunda menabung untuk pensiun. Banyak orang berpikir akan mulai nanti setelah kondisi keuangan stabil, padahal waktu adalah faktor paling berharga dalam investasi.
Uang yang ditanam sejak usia 25 tahun memiliki potensi pertumbuhan jauh lebih besar dibanding investasi yang dimulai di usia 40-an. Menunda berarti kehilangan efek compound interest yang tak tergantikan.
Solusinya, sisihkan dana pensiun sesegera mungkin, meski kecil. Prinsipnya sederhana yaitu lebih baik mulai kecil hari ini daripada menyesal nanti.
Lima jebakan keuangan di atas terasa wajar karena hampir semua orang melakukannya. Namun, justru di situlah bahayanya kebiasaan yang dianggap normal sering kali menjadi penghalang terbesar menuju kebebasan finansial.
Kunci untuk keluar dari perangkap ini adalah kesadaran dan tindakan kecil yang konsisten seperti hidup di bawah kemampuan, menabung secara disiplin, menghindari utang konsumtif, dan mulai berinvestasi lebih awal.
Dengan langkah-langkah sederhana itu, kelas menengah bisa benar-benar naik kelas, bukan hanya dari segi gaya hidup, tapi juga dari segi kesejahteraan jangka panjang.
Selanjutnya: Putin Klaim Rusia Kuasai Hampir 5.000 Km Persegi Wilayah Ukraina pada 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News